Terapi pencegahan tuberkulosis (TPT) sangat penting untuk pencegahan bagi orang yang sudah ada kuman TBC dalam tubuhnya agar tidak berkembang jadi TBC aktif. TPT sangat penting untuk mempersempit penyebaran penyakit menular tersebut. Hal itu disampaikan Kepala Pusat Peduli TBC (Yarsi TB Care), , Dr.drg.Helwiah Umniyati, M.PH saat sosialisasi TB dan terapi pencegahan Tuberkulosis, di Universitas Yarsi, Jakarta.
Menurutnya, kesadaran masyarakat masih terbilang rendah dalam hal pengobatan dan terapi pencegahan penyakit tuberculosis ( TBC ) ini. ” Kami menjaring banyak (penderita TBC), tetapi masih banyak yang tidak mau berobat. Kontak erat serumah, terutama anak usia di bawah 5 tahun yg seharusnya mendapat TPT tetapi banyak yg menolak utk minum obat krn alasannya mereka tidak sakit.” kata Doktor Helwiah di Universitas Yarsi, Jakarta, Rabu (29/5/2024).
Padahal, lanjut dia, untuk menurunkan prevalensi TBC di Indonesia, maka terapi pencegahan sangat penting. Sekaligus untuk menuju eliminasi tuberkulosis 2030.
Selain itu, kata alumnus Doktor Universitas Indonesia , para penderita TBC harus meminum obat setidaknya minimal selama enam bulan tanpa terputus. Hal ini dilakukan agar kuman tuberkulosis mati dan penderita sembuh sempurna.
Untuk mencegah TBC aktif harus dikasih obat pencegahan yang dikenal dengan terapi pencegahan TBC. Itu bisa tiga bulan atau enam bulan tergantung obatnya. “Kini ada obat baru mempercepat durasi terapi,” jelas Doktor Helwiah.
Sosialisasi dan terapi pencegahan Tuberkulosis, di Universitas Yarsi, Jakarta, Rabu (29/5/2024). Kegiatan sosialisasi ini terselenggara atas kerjasama Pusat Peduli TBC Yarsi, USAID PREVENT TB, dan Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat.
Meski demikian, lanjut dia, para penderita TBC kerap tidak kembali ke puskesmas atau fasilitas kesehatan. Bahkan, banyak pula yang tidak melanjutkan pengobatan.
Padahal, lanjut Doktor Helwiah, seorang penderita tuberkulosis dapat menularkan penyakitnya kepada 10 sd 15 orang di sekitarnya terutama bila etika batuk dan bersinnya tidak baik.
Orang-orang yang melakukan kontak erat dengan penderita tuberkulosis harus diperiksa. “Ini untuk memastikan apakah mereka punya kuman di dalam tubuhnya atau tidak,” tegasnya.
Bahkan, tak jarang ada banyak anak di bawah usia lima tahun terkena penyakit tuberkulosis dari orang tuanya kata Helwiah yang juga peraih Master of Public Health dari Tulane University, USA
Dia mengatakan, salah satu gejala tuberkulosis mencolok terlihat pada anak adalah penurunan berat badan. “Meski muncul batuk, tetapi itu bukan gejala utama seperti halnya gejala yang dialami oleh penderita tuberkulosis dewasa,” ujarnya.
Terpisah, Wali Kota Jakarta Pusat, Dhany Sukma mengatakan, pihaknya terus berupaya menggerakan seluruh potensi dalam mengatasi tuberkulosis ini. Salah satunya dengan kolaborasi dan sinergi dengan berbagai pihak.
Penanganan TBC tidak bisa dilakukan sendiri. jika sendiri akan berat. Maka kolaborasi sangat penting.dengan lembaga-lembaga dan kampus-kampus seperti Universitas Yarsi.
“Kami ingin menciptakan kampung bebas TBC. Komitmen kami ada 44 kampung TBC di setiap kelurahan dan nanti lokus pada satu RW,” kata Dhany.
Dhany juga mengucapkan terima kasih pada Universitas Yarsi telah menginisiasi sosialisasi ini. Semoga Kerjasama di wilayah Jakarta Pusat(Jakpus) ini bukan hanya TBC, tapi Kesehatan yang lainnya.
Adapun, kegiatan sosialisasi ini terselenggara atas dukungan Pusat Peduli TBC Yarsi, USAID Prevent TB, dan Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat. “Ini adalah upaya-upaya yang kami coba masifkan dengan menggerakkan seluruh potensi untuk mengatasi persoalan TBC,” ujar Dhany.
Ketua Pembina Yayasan Yarsi, Prof dr. Jurnalis Uddin, P.A.K menyatakan, usaha-usaha untuk menanggulangi TBC ini kita sungguh dukung, karena menyangkut banyak manusia, keluarga. Apapun bentuk gerakan mendukung TBC ini agar masyarakat sehat Yarsi siap dukung sepenuhnya.”Bukan hanya Jakarta Pusat atau Jakarta ,tapi seluruh Indonesia,” tutup Prof Jurnalis.(usman)