Rektor Universitas YARSI, Prof. dr. Fasli Jalal, Ph.D. Salah Seorang Pendiri Ikatan Ilmuan Indonesia Internasional (i-4)

i-4 (baca: I/ai four) adalah kependekan dari Ikatan Ilmuan Indonesia Internasional merayakan 10 tahun berdirinya organisasi ini dengan menggelar acara Gala Dinner yang sekaligus merupakan pembukaan Simposium Cendikia Kelas Dunia (SCKD) di Hotel Sultan Jakarta (Minggu, 18/08/2019).

Peringatan yang ditandai pemotongan kue tart dengan lilin bertuliskan angka 10 diatasnya itu dilakukan oleh Direktur Jenderal (Dirjen) Sumber Daya Iptek dan Dikti, Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti), Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, M.Sc., Ph.D. Dimana potongan pertama diserahkan kepada Prof. dr. Fasli Jalal, Ph.D. sebagai suatu penghormatan karena beliau merupakan salah seorang pendiri I-4.

Prof. Ali Ghufron secara resmi membuka SCKD dalam sambutannya mengatakan sangat mengapresiasi peringatan ulang tahun ke 10 organisasi i-4 di mana beliau menyebutnya,“ I (ai) four you, ilmuan Indonesia untuk anda semuanya,” ucap Ali Gufron yang diikuti oleh tepuk tangan hadirin yang sebagian besar adalah ilmuwan diaspora sebanyak 55 orang dari 15 negara.

Ikatan_Ilmuan_Indonesia_Internasional_2
Rektor Universitas YARSI, Prof. dr. Fasli Jalal, PhD. (dua dari kiri) foto bersama dengan Dirjen Sumber Daya Iptek dan Dikti, Kemenristekdikti, Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, M.Sc., Ph.D. (dua dari kanan) serta pejabat Dikti lainnya.

Ali Gufron juga menjelaskan bahwa simposium kelas dunia ini adalah yang ke 4 (empat) kalinya dilaksanakan oleh i-4. Pertama, dimulai dengan menggelar acara Wold Class Professor yang sempat menimbulkan perdebatan. Banyak yang mempertanyakan mengapa Dikti menyelenggarakan acara dengan mengundang profesor-profesor asing ke Indonesia. Namun hal tersebut berhasil dibantahnya dengan menyatakan bahwa mereka yang diundang itu bukan profesor-profesor asing ke Indonesia, namun mereka adalah ‘profesor kelas dunia’ yang berasal dari Indonesia (diaspora) yang menetap di luar negeri.

“Simposium kelas dunia pertama itu banyak dihadiri oleh diaspora yang sengaja pulang ke Indonesia khusus untuk mengikuti acara tersebut,” ucap Ali Gufron.

Mengutip sebuah sumber, kehadiran ilmuwan luar negeri sendiri memang selalu menjadi daya tarik bagi para akademisi Tanah Air, terutama dalam menjajaki kolaborasi riset. Tahun ini, Kemenristekdikti juga membuka peluang bagi perguruan tinggi negeri dan swasta, bahkan perguruan tinggi di bawah koordinasi kementerian lain untuk ikut serta dalam memberdayakan talenta yang dimiliki ilmuwan diaspora. Tercatat, sebanyak 65 perguruan tinggi di berbagai daerah mengusulkan diri untuk didatangi ilmuwan diaspora usai SCKD 2019 ini.

Dirjen Ali Ghufron juga menyampaikan bahwa beberapa ilmuwan diaspora yang diundang adalah mahasiswa Post Doctoral yang masih muda, tetapi sudah memiliki berbagai pengalaman di bidang keahliannya. Terdapat pula ilmuwan diaspora yang usianya di bawah 40 tahun, namun telah memiliki jenjang karier yang menjanjikan di institusi tempatnya bekerja. Berkat kegiatan ini pula, mereka mampu menjadi jembatan untuk menjalin kerja sama dalam bentuk nota kesepahaman (MoU) hingga mobilisasi dosen atau mahasiswa Indonesia ke institusi luar negeri ternama.

Ikatan_Ilmuan_Indonesia_Internasional_3
Sebanyak 55 orang ilmuwan diaspora dari 15 negara yang tergabung dalam Ikatan Ilmuan Indonesia Internasional (i-4) pada acara Gala Dinner yang sekaligus pembukaan Simposium Cendekia Kelas Dunia (SCKD).

Di tempat terpisah, Prof. Fasli Jalal menyatakan, merupakan sebuah keberuntungan bagi Universitas YARSI akan dikunjungi oleh 4 (empat) orang ilmuan diaspora yakni Keni Vidilaseris, Ph.D. dari Finland (University of Helsinki), Dr. Cortino Sukotjo, DDS, Ph.D, MMSc dari United States of America (University of Illinois at Chicago), Prof. Irwandi Jaswir dari Malaysia (International Islamic University Malaysia), dan Prof. Etin Anwar Ph.D dari USA (Hobart and William Smith Colleges).

Prof. Fasli Jalal sangat mengharapkan agar UY benar-benar memanfaatkan kesempatan emas itu untuk menimba banyak pengalaman dari mereka, terutama untuk meningkatkan penelitian dan publikasi di UY. Sementara bagi dosen dapat menjadi sarana untuk memperluas jaringan dengan akademisi luar negeri.

“Nanti kita juga akan minta pada mereka, kerja sama luar negeri (antar universitas) apa yang bisa dilakukan, terutama riset dan publikasi, sehingga ke depan Universitas YARSI bisa lebih maju dari yang kita harapkan,” pungkas Prof. Fasli Jalal. (ART)

Universitas YARSI, Universitas Swasta Islami Berkualitas.