Melanjutkan kesuksesan kampanye ‘Because I am A Girl’, Plan lnternational meluncurkan kampanye #GirlsGetEqual atau GGE di tahun 2018. GGE bertujuan untuk memastikan anak perempuan dan perempuan muda memiliki kuasa terhadap hidup dan masa depannya, serta bisa mempengaruhi dunia di sekitarnya. Sebagai bagian dari kampanye Girls Equal sekaligus peringatan 50 tahun berkarya di Tanah Air, Plan lndonesia menyelenggarakan ‘Summit on Girls Getting Equals: Let’s Invests in Girls’ (Selasa, 10 Desember 2019) di Balai Kartini, Jakarta.
Plan lnternational adalah sebuah organisasi kemanusiaan berskala global yang memperjuangkan hak anak dan kesetaraan bagi anak-anak perempuan yang saat ini telah bekerja di lebih dari 71 negara di seluruh dunia. Sejak 2017, Plan International sudah resmi menjadi organisasi nasional di bawah nama Yayasan Plan International lndonesia (Plan Indonesia). Rektor Universitas YARSI (UY), Prof. dr. Fasli Jalal, Ph.D yang juga sebagai salah seorang Dewan Pembina Yayasan Plan International Indonesia mendapat kehormatan membuka kegiatan ini yang merupakan serangkaian acara orasi, diskusi/pleno, dan pameran foto-foto kegiatan Plan Indonesia yang pernah dilakukan di berbagai pelosok tanah air.
Pada kesempatan tersebut, Plan Indonesia menghadirkan beberapa Keynote Speech dari kalangan pemangku kebijakan yang terkait memberikan perlindungan terhadap hak-hak anak dan perempuan dalam kesetaraan gender yaitu Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI (Menko PMK), Muhadjir Effendy yang diwakilkan kepada Ghafur Dharmaputra, SE, M.Com. (Deputi Bidang Koordinasi Perlindungan Perempuan dan Anak, Kemenko PMK), Sri Mulyani Indrawati (Menteri Keuangan RI) yang diwakili oleh Suahasil Nazara (Wakil Menteri Keuangan), I Gusti Ayu Bintang Darmawati (Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI) diwakili oleh Nahar, SH, MSi (Deputi Bidang Perlindungan Anak), dan Menteri Ketenagakerjaan RI, Muhammad Hanif Dhakiri yang diwakili oleh Fauziah, SE., M.Si. (Direktur Bina Instruktur dan Tenaga Pelatihan, Kemenaker). Kemudian, juga turut hadir Ketua Dewan Pembina Yayasan Plan International Indonesia, Putu Perdana.
Sedangkan pada Diskusi Pleno mendatangkan Dr. Ir. Subandi, M.Sc. (Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan, Kementerian PPN/Bappenas), Dini Widiastuti (Executif Direktor Plan Indonesia), Diedrah Kelly (Duta Besar Kanada untuk Asean) yang digantikan oleh HE. Cameron Mackay (Dubes Kanada untuk Indonesia dan Timor Leste), Suzy Utomo (Co-owner Executif Chairwoman The Body Shop Indonesia), Hannah Al Rashid (Aktivis Kesetaraan Gender & Aktris), dan Suci Apriani (Ketua Kelompok Perlindungan Anak Desa, Lombok Barat). Sementara itu, Rory Asyari, seorang jurnalis dan news anchor yang sering tampil dalam acara Metro Hari Ini dan Primetime News di Metro TV, bertindak sebagai MC dan Moderator.
Prof. Fasli Jalal dalam sambutannya menghimbau agar perlu menyadari bahwa investasi terhadap perempuan itu sangat diperlukan, karena faktanya saat ini belum sebaik yang diharapkan. Satu dari tiga anak-anak di Indonesia masih stunting, angka kematian bayi masih mencemaskan, demikian pula dengan angka kematian ibu yang merupakan refleksi dari totalitas masih cukup memilukan.
“Kita belum berhasil menurunkan angka kematian ibu secara signifikan,” kata Prof. Fasli Jalal bersungguh-sungguh.
Di bidang pendidikan, Prof. Fasli Jalal mengungkapkan Indonesia sudah dianggap menjadi salah satu negara yang berhasil meningkatkan akses. Hal itu dapat dilihat di tingkat SD saja angka partisipasi sudah lebih dari 114%, SMP hampir 100%, dan SMA 75%. Namun Bila ditinjau dari segi mutu dan peranan, mutu pendidikan kita masih bermasalah, sedangkan peranan perempuan di dalam elemen kelembagaan belum seperti yang diharapkan. Oleh sebab itu tidak ada jalan lain, beliau mengajak semua pihak agar memberikan perhatian yang sangat besar pada anak-anak, terutama anak-anak perempuan.
“Mari kita selamatan 1000 hari pertama kehidupan mereka, Yayasan Plan Indonesia berperan cukup besar di bidang ini. Kemudian membantu meningkatkan PAUD integratif dan holistik yang mengkombinasikan antara kesehatan gizi, pengasuhan, stimulasi psikososial, dan juga perlindungan terhadap anak, serta mengupayakan pendidikan yang bermutu hingga usia 12 tahun,” jelas Prof. Fasli Jalal.
“Selanjutnya, kita siapkan masa transisi mereka dari dunia sekolah ke dunia kerja untuk anak-anak perempuan dengan harapan agar angka partisipasi angkatan kerja perempuan akan meningkat dari yang sudah dicapai sekarang sebesar 50%, yang mana pada laki-laki sudah 80%,” ucap Prof. Fasli Jalal.
Jika Indonesia sanggup menaikkan 15% saja, kata Prof. Fasli Jalal berarti ada sekitar 15 juta anak-anak perempuan yang sudah makin terdidik untuk mendapatkan berbagai pola pekerjaan dengan memanfaatkan modalitas yang ada. Termasuk yang bekerja dari rumah dengan menggunakan E-marketing dan instrumen-instrumen yang tersedia untuk memudahkan serta melanggengkan fungsi-fungsi yang mereka miliki. Akan tetapi mereka masih tetap aktif sebagai sumber daya manusia yang makin terdidik dan semakin berperan dalam kehidupan keluarga untuk memajukan ekonomi masyarakat Indonesia.
Prof. Fasli Jalal tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada semua yang hadir, terutama semua pihak yang tiada henti-hentinya mendukung kegiatan Plan Indonesia baik perorangan maupun di dalam ke-organisasian masing-masing, yang penting selalu bersinergi.
“Mari kita upayakan agar lilin-lilin yang memberikan perlindungan kepada anak-anak kita dan memberikan hak yang setara kepada perempuan makin besar dan makin banyak, sehingga jika kita lihat dari satelit nanti betapa terang-benderangnya Indonesia karena hak anaknya dijaga dan perempuannya mendapat kesempatan yang setara,” pungkas Prof. Fasli Jalal mengakhiri sambutannya.
Kegiatan yang dihadiri hampir 500 orang peserta dari berbagai kalangan yang sebagian besar perempuan ini dilatarbelakangi oleh sebuah pertanyaan yaitu: Mengapa Berinvestasi Kepada Anak Perempuan?
Karena, Plan Indonesia menilai bahwa investasi pada anak perempuan dapat memperluas akses mereka pada pendidikan dan lapangan pekerjaan yang beragam. Saat kita menolong anak perempuan, mereka melipatgandakan investasi di tangannya. Data UNAC tahun 2012 menyatakan bahwa perempuan mengalokasikan 90% pendapatannya untuk keluarga sementara pria hanya mengalokasikan 30-40%. Lebih lanjut lagi, peningkatan angka partisipasi anak perempuan di sekolah juga dapat mendukung peningkatan GDP suatu negara (USAID, 2018). Oleh karena itu, peran mereka dalam pembangunan patut diperhitungkan Kegagalan memfasilitasi partisipasi perempuan dalam pembangunan bisa berakibat hilangnya potensi PDB tahunan sebesar + US $4.5 triliun per 2025.
Dalam konteks nasional, 51% penduduk Indonesia adalah perempuan dan konstruksi sosial kerap menempatkan mereka sebagai warga kelas kedua. Misalnya: “1 dari 11 anak perempuan pernah mengalami kekerasan seksual (RPPA, 2018); Anak/remaja perempuan yang harm! di luar nikah tidak didukung untuk melanjutkan pendidikan; Adanya persepsi bahwa anak perempuan tidak perlu bersekolah tinggi; Rendahnya representasi perempuan di bidang politik (hanya 118 dari 575 anggota DPR adalah perempuan dan hanya 6% kepala daerah merupakan perempuan — data KPU); 25% anak perempuan menikah dini sebelum usia 18 tahun; Rendahnya tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan (50,7%) dibanding laki-laki (84%) — Data World Bank dan BAPPENAS, 2018.
Tantangan di atas dan tantangan lain yang dialami anak perempuan Indonesia memotivasi Plan Indonesia untuk mengajak semua mitra bergandeng tangan menyuarakan aspirasi anak perempuan dan perempuan muda dalam Summit on G’irls tahun 2019, bertajuk Getting Equal: Let ‘s Invest in Girls. Acara ini bertujuan memfasilitasr dialog antara figur pemimpin, tokoh berpengaruh, aktivis gender. komunitas, cendekiawan, dan kaum muda dari berbagai latar belakang untuk saling mengin spirasr dan memberdayakan din mereka sendiri demi mendukung terwujudnya kesetaraan gender di Indonesia. (ART/berbagai sumber)
“Universitas YARSI, Islami dan Berkualitas”