Permendikbud No 30 Tercakup Semua di Pos SAPA, Yarsi Terdepan Cegah Kekerasan Seksual

Kehadirian Peraturan Menteri Pendidikan ,Kebudayaan , Riset dan Teknologi (Permendikbudristek ) Nomor 30 tahun 2021, merupakan angin segar bagi upaya pencegahan kekerasan seksual(KS) di perguruan tinggi (PT). Meski ada beberapa pasal masih menuai polemik, tetapi Universitas Yarsi memilih untuk tetap  terus bergerak mencegah KS di Lingkungan PT, menjadikan Permendikbudristek No.30 menjadi salah satu acuannya.

Sebagai PT  peduli dengan KS, maka implementasi KS di lingkungan PT ini tidak hanya menggugurkan kewajiban sebagai PT dibawah pembinaan Kementerian Pendidikan Kebudayaan ,Riset dan Teknologi (Kemendikbusristek) tetapi juga sebagai kewajiban Universitas Yarsi berada digaris depan untuk mencegah,menciptakan lingkungan kampus aman dan merdeka dari kekerasan seksual.

Kepala Pusat Yarsi HIV/AIDS dan PPKS, dr Maya Trisiswati, MKM menyampaikan presentasinya pada webinar Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi. kemarin pagi.

Selanjutnya dokter Maya mengatakan,.efektifitas Permendikbudristek ini akan lebih mudah tercapai di Universtas Yarsi lewat Pos Sahabat Perempuan dan Anak  (Pos SAPA).

Pos SAPA Yarsi sudah ada dan berjalan sebelum Permendikbudristek nomor 30  dan kehadirannya dibutuhkan  mahasiswa dan masyarakat. Pos SAPA adalah wadah layanan penerimaan aduan kekerasan, layanan informasi dan koordinasi terpadu perlindungan serta pemberdayaan perempuan dan anak jalur PT,

Menurut dokter Maya ,keberadaan Pos SAPA dibawah koordinasi Pusat Pelayanan Keluarga Sejahtera (PPKS) Universitas Yarsi dan Dinas Pemberdayaan  Perlindungan  Anak dan Pengendalian Penduduk (PPAPP) DKI Jakarta..Pos SAPA sudah bermitra dengan 11 PT lainnya dan Pusat Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak (P2TP2A).

Kemudian Pos SAPA memiliki cakupan dan ruang lingkup kerja lebih luas. Kini tidak hanya fokus pada perempuan dan anak saja tapi kepada siapapun civitas akademika mengalami kekerasan, baik sebagai korban maupun saksi. “Bahkan Pos SAPA juga akan memberikan pendampingan pembinaan bagi masyarakat,” terang Ibu Dosen Yarsi.

Dokter Maya memberitahukan, kelembagaan pencegahan dan penanganan kekerasan dilingkungan PT sedang digodok para pimpinan Universitas Yarsi. Ada 2 option diusulkan, pertama satuan tugas (satgas) merupakan bagian dari Pos SAPA dalam naungan PPKS dan kedua Pos SAPA merupakan mitra PPKS (berada di luar PPKS).

Dari Permendikbudristek  No 30 tahun 2021 sudah tercakup semua di Pos SAPA . Hanya mungkin diperlukan legal standingnya saja, misalnya dengan diterbitkannya Peraturan Rektor, agar Pos SAPA memiliki dasar hukum kuat yang  jadi merupakan salah satu amanah dari Permendikbudristek.

Ditambahkan Dokter Maya, apa yang akan akan diputuskan pimpinan, kami yakin merupakan keputusan terbaik, dan akan didukung.

Di Universitas Yarsi  Pos SAPA sudah menjadi  kepanjangan tangan Permendikbudristek no.30 tahun 2021, bantu cegah kekerasan seksual. Tutur Kepala Pusat PPKS,

Webinar digelar Pusat Pelayanan Keluarga Sejahtera(PPKS) bersama BEM Universitas Yarsi,selain dokter Maya, tampil juga sebagai pembicara  Dekan Fakultas Hukum Universitas Yarsi, Dr. H Mohammad Ryan Bakry, S.H., M.H, dan Dekan Fakultas Psikologi, Dr. Miwa Patnani, M. Si, rt

Dekan Fakultas Hukum, mengatakan, PT wajib melakukan pencegahan kekerasan seksual melalui pembelajaran, penguatan tata kelola, dan penguatan komunitas.

Dilihat dari 3 proses tadi, Substansi, structure, dan legal culture maka untuk merumuskan kebijakan, menyusun pedoman pencegahan dan penanganan itu merupakan bagian dari subtansi menjadi tugas perguruan tinggi.

Dibentuk dulu, aturan hukumnya, rule of the gamenya, komitmennya dibentuk dalam kebijakan hukumnya” saran Doktor Mohammas Ryan.

Semenatar Dekan Fakultas Psikologi  mengungkapkan dari sisi psikologi ditemukan beberapa tipe-tipe karakter individu cenderung rentan mengalami tindak kekerasan seksual.

Ketika tipe karakter yang rentan menjadi korban, bertemu dengan individu dengan karakteristik tertentu yang rentan untuk menjadi pelaku, maka kemungkinan besar tindak kekerasan akan terjadi. Tak hanya itu keadaan lingkungan, konteks sosial dan situasi menjadi faktor penyebab tindak kekerasan.

“Orang-orang cenderung melihat  korban itu menentukan turut andil, mengundang terhadap terjadinya kekerasan seksual, sehingga perlakuan semacam ini yang membuat si korban malu dan takut”.

Korban kekerasan tak hanya menimbulkan dampak fisik tetapi juga dampak psikis, diantaranya malu, takut, cemas, merasa rendah diri, trauma, hingga depresi, ujar Doktor Miwa.

Tak hanya dari PPKS dan BEM Universitas Yarsi , Senat Mahasiswa Fakultas Psikologi membentuk campaign kekerasan seksual yang dapat diakses oleh mahasiswa melalui sosial media. “tujuannya membantu upaya pencegahan kekerasan seksual(KS) di perguruan tinggi dan masyarakat,” Tutup Alumni Doktoral Universitas Indonesia.

Penulis : Anggun