Peringati Hari Malaria Sedunia 2021, Magister Sains Biomedis SPS-UY Gelar Webinar: Menuju Eliminasi Malaria

Malaria adalah penyakit yang sudah lama dan menjadi bagian perjuangan masyarakat dunia dan juga masyarakat Indonesia. Seharusnya, penyakit ini sudah bisa dihindari oleh bangsa Indonesia, akan tetapi karena berbagai kondisi geografis, sosial budaya dan lain sebagainya masalah ini belum bisa dituntaskan. Hal itu disampaikan oleh Rektor Universitas YARSI, Prof. dr. Fasli Jalal, Ph.D. saat memberikan kata sambutan pada Webinar Sekolah Pasca Sarjana Magister Sains Biomedis dalam rangka memperingati Hari Malaria Sedunia (15 April 2021) dengan topik “Menuju Eliminasi Malaria”, Kamis (29/4/2021) secara daring melalui aplikasi Zoom Meeting dan live streaming di YouTube Yarsi TV.

Pembicara kunci dalam acara ini ialah Dr. drh. Didik Budijanto, M.Kes. (Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik/P2TVZ Kemenkes RI). Secara resmi webinar ini dibuka oleh dr. Bunga Indah Kalqausyari, MM. atas nama penyelenggara. Menghadirkan tiga pembicara yaitu Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, SpP(K), MARS, DTM&H, DTCE. (Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas YARSI) berjudul “Malaria dan Covid-19”; Dr. Kholis Ernawati, S.Si., M.Kes. (Dosen Magister Sains Biomedis, Univ. YARSI) berjudul “Pengendalian Malaria Melalui Pengelolaan Lingkungan”; Dr. Dra. Risdawati, Apt., M.Kes. (Dosen Magister Sains Biomedis, Univ. YARSI) berjudul “Pengembangan Pengobatan Malaria Berbasis Artemisinin”; dan dipandu oleh Siti Fatimah, S.Si. (Mahasiswa Sains Biomedis Univ. YARSI) sebagai moderator. Turut hadir Ketua Program Studi Magister Sains Biomedis SPS-UY Dr.dr. Wening Sari, M.Kes. dan jajarannya, serta lebih dari 300 orang peserta yang mengikuti secara online.

Peringati Hari Malaria Sedunia 2021 - 2
Searah jarum jam: Prof. dr. Fasli Jalal, Ph.D., Dr. drh. Didik Budijanto, M.Kes., dr. Bunga Indah Kalqausyari, MM., dan Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, SpP(K), MARS, DTM&H, DTCE.

Mantan Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan di tahun 2011 ini juga menyampaikan rasa syukur kepada Allah SWT., meskipun di tengah tekanan Covid-19 yang secara diam-diam merampas semua perhatian, potensi, peluang untuk kesejahteraan, dan memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat, karena semua diarahkan untuk melawan dan mencegah Covid-19, SPS-UY berkesempatan untuk menyelenggarakan webinar tentang penyakit malaria yang menurutnya, selain menyebabkan perpendekan umur secara rata-rata atau percepatan kematian di usia produktif bahkan sampai usia anak-anak. Tidak jarang juga mempengaruhi kematian janin di dalam rahim. Kalaupun bisa lahir namun terinfeksi oleh malaria berbagai dampak akan muncul termasuk salah satunya adalah stunting.

“Kita merasa bersyukur sekali, walau di tengah Covid-19, SPS-UY masih diberi kesempatan oleh Yang Mahakuasa untuk tetap memikirkan bagaimana penyakit yang seharusnya sudah bisa dihindari dan dicegah dari bangsa Indonesia, tetapi karena berbagai kondisi geografis, sosial budaya, dan seterusnya, masalah ini belum bisa dituntaskan,” ucap Prof. Fasli Jalal.

“Sebagian dari wilayah Indonesia masih bertarung melawan malaria, hal ini adalah tugas mulia Kementerian Kesehatan terutama Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik (P2PTVZ) yang dipimpin oleh Dr. drh. Didik Budijanto, M.Kes (Direktur P2PTVZ),” ungkap Prof. Fasli Jalal.

Peringati Hari Malaria Sedunia 2021 - 3
Searah jarum jam: Dr. Kholis Ernawati, S.Si., M.Kes., Dr. Dra. Risdawati, Apt., M.Kes., Siti Fatimah, S.Si dan Dr. dr. Wening Sari, M.Kes.

“Melalui kegiatan ini, saya mengajak kita semua untuk mendukung Dr. Didik, agar malaria ini secara serius dapat dicegah dan yang sudah terjadi segera ditanggulangi. Supaya anak-anak Indonesia bisa lahir dengan normal, terbebas dari stunting, dapat sekolah yang produktif, dan kemudian menjadi sumber daya manusia unggul, sebagaimana yang dicita-citakan oleh bangsa kita,” tandas Prof. Fasli Jalal mengakhiri.

Dr. drh. Didik Budijanto, M.Kes. dalam paparannya yang berjudul “Menuju Eliminasi Malaria” mengungkapkan bahwa pemerintah Indonesia sangat komitmen melalui pemerintah daerah, lintas program, dan lintas sektor untuk menjadi juru kunci penurunan endemisitas malaria. Sedangkan pemeliharaan pada daerah yang sudah bebas malaria merupakan tantangan tersendiri dalam mempertahankan kewaspadaan dan upaya pencegahan munculnya kembali kasus malaria.

“Perlu dipastikan agar setiap sektor berperan dalam upaya menciptakan atau mempertahankan daerah bebas malaria menjadi tanggung jawab bersama,” tutur Dr. Didik.

“Namun demikian, keterlibatan masyarakat sebagai pengawasan di lapangan menjadi sangat penting dalam menjaga daerah tetap bebas dari malaria,” tegas Dr. Didik.

Prof. Dr. dr. Tjandra Yoga, SpP(K), MARS, DTM&H, DTCE. membahas bagaimana upaya eliminasi malaria di masa Covid-19. Dijelaskan, pada tahun 2030 melalui organisasi kesehatan dunia WHO (World Health Organization) sudah mulai dilakukan upaya menghindari epidemi penyakit malaria dengan melakukan strategi ‘Rethinking Malaria“ baik di negara-negara Asia maupun di negara-negara benua lainnya. Terbukti pada tahun 2019 sebanyak 95% penderita malaria ada di negara Afrika dan 3.4% di Asia. Sedangkan di Indonesia, 318 dari 514 kabupaten di seluruh Indonesia sudah melakukan eliminasi malaria.

“Tiga provinsi di Indonesia yaitu DKI Jakarta, Bali, dan Jawa Barat sudah melakukan proses eliminasi penyakit malaria. Maka dari itu, untuk menunjang keberhasilan eliminasi malaria dari bumi Indonesia tercinta ini, harus ada penanganan secara bersama-sama dan menyeluruh,” jelas Prof. Tjandra.

Sementara itu, Dr. Kholis Ernawati, S.Si.,M.Kes dengan judul “Pengendalian Malaria Melalui Pengelolaan Lingkungan” menegaskan, untuk pengendalian malaria, salah satu caranya dengan cara memutus mata rantai penularan nyamuk Anopheles sp. melalui pengelolaan habitat perindukan berorientasi pencegahan dan menjadi upaya penting dalam pengendalian vektor terpadu. Selain itu, manajemen lingkungan merupakan salah satu program penanggulangan penyakit malaria yang mempunyai cost effectiveness tinggi dan ramah lingkungan. Di mana, pengelolaan lingkungan perindukan memerlukan prinsip keterlibatan lintas sektor serta community participation.

“Namun demikian, perilaku hidup sehat dan lingkungan yang bersih merupakan dua komponen utama yang mempengaruhi status kesehatan seseorang. Apabila sasaran intervensi diprioritaskan pada kedua aspek ini, target penurunan kejadian malaria dapat segera terpenuhi,” terang Dr.Kholis.

Sedangkan Dr. dra. Risdawati Djohan, M.Kes,.Apt sebagai pembicara terakhir memaparkan materinya yang berjudul “Pengembangan Pengobatan Malaria Berbasis Artemisinin”. Dijelaskan, variasi genetik pada manusia (host) dapat mempengaruhi pemilihan dan dosis obat antimalaria. Demikian pula dengan implementasi pharmacogenetic-guided policies pada skala nasional untuk pengobatan malaria falciparum tanpa komplikasi perlu dilakukan agar dapat mengurangi toksisitas, meningkatkan efektivitas, dan mengurangi perkembangan resistensi obat.

“Oleh karena malaria adalah penyakit yang sulit dikendalikan terutama karena sifat vektor dan parasit yang sangat mudah beradaptasi, untuk mencapai pengendalian malaria yang berkelanjutan diperlukan kombinasi pendekatan dan tools baru,” tandas Dr. Risdawati. (ART-MY)

“Universitas YARSI, Islami dan Berkualitas”