Berbagai media menyajikan berita bahwa harga obat di Malaysia ternyata lima kali lebih murah dari di Indonesia, yang disampaikan sesudah rapat kabinet 2 Juli 2024 ini. Sebenarnya informasi harga obat di negara kita memang relatif lebih mahal dari negara tetangga memang sudah lama sekali kita dengar, dan nampaknya belum kunjung teratasi sampai sekarang.
Selain harga kita lebih mahal dari Malaysia, maka ternyata harga obat kita pun jauh lebih mahal dari di India, dan untuk ini ada tiga hal yang ingin saya sampaikan.
Pertama, saya bertugas di kantor WHO Asia Tenggara di New Delhi selama 5 tahun, 2015 sampai pensiun di usia 65 tahun di 2020. Karena usia saya ketika di India sudah lebih 60 tahun maka saya mengkonsumsi berbagai obat rutin, dan selalu saya beli di New Delhi, dan derajat kesehatan saya selalu terjaga dengan baik. Selama lima tahun di India ini maka juga banyak teman-teman dokter dari Indonesia yang titip dibelikan obat, sehingga kalau saya pulang ke Jakarta maka saya selalu membawa obat untuk teman-teman dokter (dan juga Profesor) di tanah air untuk mereka gunakan sehari-hari pula. Jadi, pengalaman saya dan juga teman-teman lain menunjukkan mutu obat terjamin baik, yang antara lain ditandai dengan menjaga kesehatan kami semua dengan baik. Untuk saya misalnya, kadar kolesterol selalu terjaga baik dan tekanan darah selalu terkontrol baik, dengan obat-obatnya yang rutin dikonsumsi ini.
Ke dua, di semua kemasan obat di India selalu tercantum harganya. Jadi kita mau beli di kota manapun di India maka harganya sama persis, dan tentu jadi dikontrol ketat oleh pemerintahnya. Ini suatu contoh yang baik kalau bisa diterapkan juga di negara kita, dengan dua keuntungan. Keuntungan ke satu, masyarakat jadi tahu persis harganya karena tercetak di kemasan obat, dan keuntungan ke dua harga akan sama di seluruh negara kita, di apotik manapun kita membelinya.
Hal ke tiga yang ingin saya sampaikan adalah bahwa harga obat di India jauh lebih murah dari negara kita, sesuai data konkrit dibawah ini. Saya sampai sekarang masih mengkonsumsi obat dari India, yang selalu saya titip kalau ada teman-teman WHO dari New Delhi datang ke Jakarta. Berikut saya sampaikan perbandingan harga obat yang kini saya konsumsi. Harga 1 tablet Atorvastatin 20 mg di apotik di Jakarta adalah Rp. 6.160, dan harga di India hanya 4,9 Indian rupees, atau Rp 1000, jadi harga kita enam kali lebih mahal. Lalu, 1 tablet Clopidogrel 75 mg di Jakarta adalah Rp 7.835 dan di India hanya 7,7 Indian rupees, atau Rp 1540, jadi kembali harga kita lebih dari lima kali lebih mahal dari harga di India. Lalu obat ke tiga saya, Telmisartan 40mg di Jakarta adalah Rp. 5.198, dan harga di India hanya 7,4 Indian rupees, atau Rp. 1500. Terakhir, obat hipertensi istri saya Concord 2.5 mg harga di Jakarta adalah Rp. 10.711 sementara harga di India hanya 7,8 Indian rupees, atau Rp 1.560. jadi untuk obat iniu harga di Jakarta enam kali lebih tinggi daru harga di New Delhi.
Tingginya harga di kita bukan hanya pada obat tapi juga alat kesehatan, yang tentu berdampak [pada harga pelayanan kesehatan jadi lebih mahal. Nampaknya ini salah satu alasan juga kenapa ada banyak laporan bahwa melakukan tindakan kesehatan tertentu di negara jiran memamg lebih murah, soalnya obatnya sekian kali lebih murah dan demikian juga biaya pemeriksaan lainnya. Ini juga dapat jadi salah satu alasan kenapa ada jutaan kunjungan warga kita ke luar negeri untuk berobat.
Kita tunggu langkah konkrit yang akan dilakukan pemerintah, sehingga obat yang masyarakat kita konsumsi dapat jadi jauh lebih murah, sama seperti dinikmati rakyat Malaysia dan India.
Prof Tjandra Yoga Aditama
Direktur Pascasarjana Universitas YARSI
Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara