MEDIAINDONESIA.COM – MENTERI Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan bahwa saat ini Indonesia kekurangan dokter aktif sekitar 130 ribu. Hal itu berdasarkan standar WHO terkait kebutuhan dokter minimal 1/1000 penduduk.
"Kalau kita punya 140 yang punya STR dan standarnya harus 270 ribu, maka kita punya selisih 130 ribu," ujarnya dalam Muktamar Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia (AIPKI) ke XI, Jumat (10/6).
Dijelaskannya, dari data yang diperoleh, jumlah dokter aktif atau memiliki STR sekitar 140 ribu. Dengan jumlah penduduk mencapai 270 juta, maka kebutuhan dokter minimal di Indonesia adalah 270 ribu atau 1/1000.
Dikatakan Budi, Presiden Joko Widodo sudah mengarahkan untuk melakukan transformasi di sektor kesehatan. Didorong dengan krisis kesehatan seperti pandemi yang terjadi saat ini, transformasi menjadi sangat penting sebagi pondasi untuk menyiapkan sektor kesehatan yang mumpuni di masa depan.
Salah satu pilar transformasi kesehatan adalah SDM kesehatan. Mulai dari jumlah, distribusi hingga kualitas harus segera ditingkatkan.
"SDM kesehatan ini penting baik dari jumlahnya, distribusinya, maupun kualitasnya. Dan kita sangat membutuhkan peran dari institusi pendidikan kedokteran seluruh Indonesia untuk memastikan jumlahnya cukup, sebarannya cukup dan kualitasnya cukup," kata dia.
Sesuai arahan Presiden, Menkes mendorong pembukaan Fakultas Kedokteran (FK) baru, khususnya daerah-daerah. Sebab, produksi dokter saat ini sekitar 12 ribu per tahun sehingga membutuhkan lebih dari 11 tahun untuk mencapai standar jumlah dokter.
Dia meminta dukungan AIPKI selaku asosiasi pendidikan kedokteran untuk membantu atau membina universitas di daerah dalam membuka FK baru. "Kalau produksi dokter setahun cuma 12 ribu kita butuh 11 tahun lebih produksi. Meka demikian kita mau membiarkan seluruh masyarakat Indonesia mati tidak dapat akses kesehatan," terangnya.
Ketua AIPKI Prof. dr. Budu, Phd, SpM(K), M.Med.Ed menyampaikan bahwa pihaknya sangat mendukung upaya pemerintah dalam membuka FK baru. Bahkan, AIPKI mendorong pembukaan prodi baru seperti dokter spesialis, sub spesialis dan lainnya.
"Ada 3 yang sangat penting pertama sumber daya dosen-dosen, kemudian kurikulum dan ketiga harus ada RS pendidikan, kalau spesialis harus ada persetujuan dari kolegum," jelasnya.
Untuk mencapai harapan itu, kata Prof. Budu, merupakan tanggung jawab bersama semua stakeholder terkait. Baik AIPKI sendiri, pemerintah hingga pemda harus terlibat aktif, sebab syarat pembukaan FK baru harus memiliki kesiapan fasilitas yang memadai.
Untuk saat ini, lanjutnya, AIPKI memiliki anggota dengan akreditasi A, B hingga yang minimal. Untik FK dengan akreditasi A dan B memiliki peranan penting dalam membina FK lain untuk meningkatkan kualitasnya.
"Di AIPKI ada konsorsium pembinaan sepert terhadap UNIPA di Papua yang sempat terkendala. Secara kolektif AIPKI bertanggung jawab melakukan pembinaan," tandasnya. (OL-15)