Banyak orang tua , saat anaknya sakit dari sisi karakter, cenderung mempercayakan pengobatannya ke lingkungan pesantren. “Mengapa itu terjadi ?” tanya seorang peserta Webinar Bedah Buku Pendidikan Karakter Dalam Perspektif Multidisiplin diadakan Universitas Yarsi bersama Komunitas Dosen, Penulis, dan Peneliti Indonesia (Kodepena).
Wakil Rektor V Universitas Yarsi ,Doktor. Endy Muhammad Astiwara, MA menerangkan, para orang tua cenderung percaya hal tersebut dengan melihat pengalaman saat masa remaja , kemudian lahir perspektif masyarakat yang menganggap bahwa pesantren merupakan bengkel akhlak. Jadi yang mau memperbaiki sisi karakter anak ya di pesantren. Ini tidak salah , sesuai Pancasila karena lingkungan sudah kondusif ,”seru Endy juga dokter jebolan Fakultas Kedokteran Universitas Pajajaran
Bapak Endy menambahkan,tidak semua pesantren memiliki fungsi seperti itu, ada yang fungsinya bengkel akhlak, ada punya fungsi mencetak ulama, ada yang seperti sekolah biasa seperti boarding.
Dalam forum ini Doktor Endy sebagai pembahas menyatakan, Buku Pendidikan Karakter Dalam Perspektif Multidisiplin menjadi sumbangan baik sekali bagi pendidikan karakter.
Selain itu, buku yang dibedah sudah mencakup pembahasan figur dari individu dan keluarga berikut siapa jadi contoh hidup. dan figur menjadi tolok ukurnya.
Kemudian membahas metode termasuk internalisasi dengan adanya variabel yang banyak .Adanya ulasan mengenai pembiasaan atau habit, ilmu perilaku atau adab menjadi peradaban. Contohnya rasa hormat pada orang yang lebih tua dan menyayangi pada yang muda.
Tidak lupa buku itu sudah memaparkan lingkungan kondusif yaitu pendidikan dimulai dari rumah, rumah tangga adalah sekolah pertama., penanaman tauhid, yang dituhankan hanya Allah SWT ,
Sebagai pembahas, Endy, Doktor Syariah dari Universitas Islam Negeri Syarief Hidayatullah meminta jika akan menerbitkan kembali buku pendidikan karakter usul ditambahkan terkait wawasan integrasi pembahasan sekuler, internalisasi pendekatan tasawuf, modernisasi beragama menghindari kekerasan hidup harmonis serta peran media massa .
“ Khusus media massa ,jangan sesuatu moderen dilihat dari budaya luar seperti menampilkan laki-laki beranting, perempuan memakai busana transparan,” pinta Anggota Komisi Fatwa-MUI.
Selain Doktor Endy, hadir pula sebagai pembahas Dr. Octaviani Indrasari Ranakusuma, M.Si . dengan materi Membagun Karater Dalam Perspektif Psikologi.
Wakil Rektor III Universitas Yarsi menyatakan, Kalau anak bermasalah ke pesantren aja. Tentunya jangan ada pemaksaan sehingga timbul rasa tidak nyaman pada anak. Harus dibangun komunikasi dulu antara keluarga bersama anak.
Pesantren lembaga itu lembaga pendidikan , tentunya bisa membangun pendidikan karakter bagi anak. Para ustad atau guru bisa membimbing,mengarahkan dan mengawasi para anak didiknya untuk membangun karakter.
Lebih lanjut Ibu Octa menambahkan,mengirimkan seorang buah hati ke pesantren, umumnya karena para orang tuanya bekerja, kurang punya waktu dan kurang pengetahuan pendidikan serta diharapkan anaknya bisa mendoakan.
Doktor Oktaviani pada webinar ini juga membahas masalah tempramen, yaitu sangat mempengaruhi seorang anak dalam berinteraksi kemudian hal itu akan membentuk sebuah karakter hingga di masa dewasa anak akan terbentuk suatu kepribadian.
Karakter adalah bagian dari kepribadian mengarah pada sebuah tindakan sebagai manifestasi kehendak yang secara bertahap berkembang dalam sebuah sistem sosial, terkait moral, spriritualitas, religi dan sosial budaya.
Dalam bedah buku ini selain pembahas hadir juga sebagai pembicara Plt. Kepala Pusat Penguatan Karakter Kemendikbudristek Hendarman, M.Sc., Ph. D menyampaikan materi Pendidikan Karakter Dalam Meningkatkan Daya Saing SDM Indonesia
Doktor dari Curtin University of Technology , Perth, Australia Barat mengatakan pendidikan karakter itu Visi Pendidikan Indonesia. Mewujudkan Indonesia maju berdaulat, mandiri dan berkepribadian melalui terciptanya Pelajar Pancasila.
Lebih lanjut karakter Pelajar Pancasila memiliki nalar kritis, kreatif, mandiri, beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berkhalayak mulia, bergotongroyong dan berkebinekaan global \
Sedangkan Karakter Pancasila itu membangun komunikasi positif . Menurut alumni master University of Winconsin- Mediso USA, yaitu tidak suka menyalakan, tidak meremehkan, tidak suka memerintah atau titah dan tidak suka ceramahin orang. Kemudian tidak suka mengomel, tidak memberi label, tidak suka mengejek, tidak membandingkan dan tidak suka menyindir.
“Dari Webinar bedah buku ini semoga bisa banyak lahir buku-buku pendidikan karakter,”Harap doktor Hendarman.
Sependapat dengan Doktor Hendarman, Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi Wilayah III (LLDikti 3) Dr. Ir. Paristiyanti Nurwandani. menambahkan pendidikan karakter di perguruan tinggi harus kita internalisasikan. Sehingga dosen atau guru bukan hanya mengejar jadi guru besar, tetapi memberikan implementasi dan inspirasi karakter Pancasila kepada mahasiswa. “Karakter adalah nyawa untuk kegiatan tridharma perguruan tinggi,”ujar Ibu Paris
Saya memberikan apresiasi dan penghargaan pada buku yang dibedah. “Akan saya buatkan surat agar Buku Pendidikan Karakter Dalam Perspektif Multidisiplin dibaca para pemimpin dan rektor PTS di Jakarta,” imbau Paris.
“Kepada Ketua Umum Dewan Pengurus Kodepena saya tunggu kehadirannya di kantor LLDikti 3 untuk menindaklanjuti webinar ini,” Undang ibu Paris.
Webinar Bedah Buku Pendidikan Karakter Dalam Perspektif Multidisiplin diadakan Universitas Yarsi sebagai motornya Pusat Publikasi dan Hak Kekayaan Intelektual Universitas Yarsi, dipimpin Dr.Entin Nurhayati, SPsi.M.Si
Doktor Entin mengatakan, Lembaga Penelitian Universitas Yarsi Pusat Publikasi dan HKI saat ini mengelola 11 jurnal ilmiah serta 1 jurnal pengabdian masyarakat. Semua itu sebagai kontribusi pada dunia Pendidikan, penelitian, dan pengabdian akhirnya menjadi Dharma Lembaga Pendidikan Tinggi.
Penulis : Anggun