JAKARTA, KRJOGJA.com – Inovasi teknologi menjadi kunci dalam reformasi sistem kesehatan. Demikian diungkapkan Deputi Bidang Kemaritiman dan SDA Kementerian PPN/Bappenas, Arifin Rudiyanto pada seminar “Inovasi Artificial Intellegence dalam Pencapaian SDG’s Kesehatan” yang diselenggarakan Universitas YARSI di Jakarta, Selasa (19/4/2022) malam.
“Hal itu dikarenakan inovasi teknologi termasuk kecerdasan buatan menjadi salah satu strategi kunci yang diusung pemerintah dalam reformasi sistem kesehatan,” ujar Arifin Rudiyanto.
Kecerdasan buatan layaknya pedang bermata dua. Hal itu mungkin merupakan risiko eksistensial yang cukup signifikan bagi umat manusia jika tidak diatur dan diarahkan secara cerdas untuk kepentingan umat manusia.
Banyak contoh bagaimana kecerdasan buatan digunakan pada bidang kesehatan secara baik. Akan tetapi, ada perhatian cukup besar terhadap kekhawatiran otomatisasi pekerjaan profesional kesehatan dalam skala besar.
Arifin berharap sistem kecerdasan buatan tidak akan menggantikan profesional kesehatan dalam skala besar, melainkan akan menambah dan mendukung upaya tenaga kesehatan dalam merawat pasien.
“Tantangan terbesar bagi kecerdasan buatan dalam perawatan kesehatan ini bukan apakah teknologi akan cukup mampu untuk berguna, melainkan memastikan adopsi kecerdasan buatan dalam praktik klinis sehari-hari,” tambah Arifin.
Dalam kesempatan yang sama Rektor Universitas YARSI, Prof Fasli Jalal mengatakan kolaborasi sangat penting dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan atau sustainable development goals (SDG’s).
Fasli menambahkan teknologi kecerdasan buatan diperkirakan memberikan kontribusi sebesar 15 triliun dolar AS dan dampak terbesar kecerdasan buatan akan berada di bidang kesehatan.
Peran teknologi kesehatan digunakan mulai dari pengembangan algoritma yang kompleks, mengelola data lanjutan, akurasi dalam diagnosis, deteksi dini, memantau dan pelayanan pasien, bantuan medis tingkat lanjut, dan bahkan untuk pengambilan keputusan.
“Dengan penggunaan kecerdasan buatan pada bidang kesehatan, waktu tenaga medis dapat dimanfaatkan untuk memberikan pelayanan berkualitas terhadap pasien dan waktu penyembuhan dapat menjadi lebih singkat,” terang Fasli.(Ati)