Ingin Naik Kelas, UMKM Harus Melek Hukum, Inovasi, Digital dan Memiliki HKI

JAKARTA, KRJOGJA.com – Eksistensi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di masa pandemi Sebagian besar mengalami ketidakberdayaan. Bertahan menjadi ketangguhan. Utamanya pada skala mikro dan kecil, pelaku UMKM hanya mampu menyambung hidup, alih produk dan selebihnya gulung tikar.

UMKM Indonesia, berjuta jumlahnya, perlu disikapi dan didampingi. Dari faktor sumber daya manusia, terdapat beberapa kelemahan, antara lain, belum dimilikinya kemampuan pengelolaan usaha profesional, inovasi produk dan quality control sebagai salah satu cara untuk tetap menjaga kualitas produk.

Demikian pula, kurang dimilikinya kemampuan membaca pasar hingga dapat mempengaruhi pemasaran, termasuk kelemahan dalam kemampuan melakukan pemasaran produk, Selama ini UMKM hanya mengandalkan informasi mulut ke mulut. Pelaku usaha sering mengalami kendala teknis operasional hingga belum memikirkan tujuan dan strategi pengembangan usaha di masa datang, serta lemahnya faktor hukum. Itulah sekelumit pidato pengukuhan Prof. Dr. Hj. Endang Purwaningsih, S.H., M.Hum., M.Kn. menjadi Guru Besar bidang Ilmu Hukum Universitas Yarsi, Senin,4 Juli 2022 di Auditorium ArRahman Universitas Yarsi Jakarta.

Prof Endang dalam orasi pengukuhan membawakan tema, Hak kekayaan Intelektual (HKI) merupakan Keniscayaan bagi UMKM untuk Naik kelas, suatu Pendekatan Pentahelix dalam Model Kolaborasi Partisipatif Kampus Merdeka dan Stakeholder Guna Menunjang Sustainability Development UMKM Prof Endang ditetapkan sebagai Guru Besar berdasarkan SK Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia nomor: 25773/MPK.A/KP.05.01/2022 tentang Kenaikan Jabatan Akademik Dosen tanggal 14 April 2022.

Lebih lanjut Prof Endang menyatakan, sebagian besar UMKM masih berupa usaha perorangan dan belum berbentuk badan hukum sehingga menjadi kendala ketika akan mengakses fasilitas kredit dari lembaga keuangan. Dari sisi akuntabilitas juga masih menjadi kendala karena, belum dimilikinya kemampuan pengelolaan administrasi perusahaan yang baik. Kendala dari faktor eksternal juga banyak, seperti iklim usaha belum kondusif,disebabkan belum adanya keterpaduan kebijakan dari para pemangku kepentingan utama dalam UMKM.

Aspek legalitas mengenai beberapa perizinan, seperti izin usaha, izin,lokasi dan persyaratan bagi UMKM dalam mendapatkan bantuan permodalan lembaga keuangan, Kemudian kendala akses terhadap bahan baku guna keberlanjutan usaha masih dialami sebagian besar UMKM. Begitu juga kemampuan mengakses teknologi hingga seringkali pasar dikuasai perusahaan-perusahaan besar. Termasuk kemampuan mengikuti perkembangan selera konsumen cepat sekali berubah belum maksimal dilakukan.

Prof Endang yang juga Alumnus Doktor Universitas Airlangga menjelaskan, UMKM sebelumnya diatur dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2008, Kini terevitalisasi dengan lahirnya Undang-Undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Ruhnya bertujuan lebih memberdayakan UMKM dengan cara mengangkat kepentingan UMKM menjadi prioritas, kemudian memberi kemudahan, perlindungan seiring sejalan dengan Koperasi. Pasal 87 hingga Pasal 104 UU Cipta Kerja.

“Ini merupakan iktikad baik Pemerintah dalam pengangkatan UMKM Indonesia,” ujar Prof Endang yang memperoleh 55 hak cipta.

Menurut Prof Endang, tidak mudah mengantarkan UMKM menyandang kemandirian, inovasi dan segala kelengkapan legalitasnya, pada urgensi tersebut, perlu dilakukan pemberdayaan berkesinambungan, promote, protect and advance, perlu difasilitasi legalitasnya, didampingi dan diberikan teladan. Perlu dibuatkan model sekaligus sebagai pilot project dengan transformasi digital dan mengelaborasi kebijakan.

Kini perlu difokuskan kolaborasi antara program Kampus Merdeka dan stakeholder UMKM serta mempromosikan keunggulan karakteristik produk beralaskan legalitas dan branding. Prof Endang yang mempunyai pengalaman 46 penelitian juga mengatakan, saatnya UMKM naik kelas, diberikan ruang tumbuh dan berkembang dalam kancah perdagangan baik dalam lingkup nasional maupun perdagangan internasional. UMKM didorong mampu mempersiapkan diri melakukan ekspor produk-produknya ke pasar dunia.

“Globalisasi perdagangan merupakan tantangan harus dihadapi UMKM bila ingin berkembang,” ucap Prof Endang yang memiliki 64 judul artikel ilmiah.

Kemudian perangkat hukum dan kebijakan di sektor bisnis harus juga disiapkan untuk mendukung keterlibatan UMKM, tentunya berbeda dengan unit usaha yang sudah besar. Dalam rangka menyiapkan diri menembus pasar dunia,sangat penting bekal kelengkapan legalitas usaha, baik badan usaha maupun legalitas produk. UMKM tidak akan beranjak atau naik kelas tanpa legalitas, inovasi serta digitalisasi.

Memang beberapa ketentuan dalam peraturan perundang-undangan terkait telah memberikan perhatian cukup besar bagi pengembangan UMKM . Mengingat kebutuhan untuk naik kelas, UMKM perlu didampingi dalam perolehan HKI. Kekayaan Intelektual (KI) merupakan asset. UMKM perlu terobosan dalam merespon pasar pasca pandemi. Perlu kekuatan organisasi untuk mengeksploitasi peluang

Dalam orasi pengukuhan Prof Endang, banyak pernyataan menyentuh hati dan mencerahkan. Seperti, UMKM kita harus naik kelas, caranya harus ‘melek’ hukum, inovasi, melek digital dan memiliki HKI. “Marilah kembali pada jati diri bangsa ini, demokrasi ekonomi,” ajak Kepala Program Studi Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Yarsi.

Ditambahkannya, pelaku UMKM. layaknya kita sendiri, keluarga kita harus didukung dengan sepenuh hati, didampingi dan dilindungi. Jika belum tahu sesuatu, belum melek hukum, belum paham pentingnya naik kelas, belum sadar HKI, belum mengerti digitalisasi,tugas kita sebagai stakeholder untuk membina dan membimbingnya. “Mungkin perlu cambuk keras membangunkan UMKM, di sisi lain perlu sentuhan hati nurani dan merangkulnya,” kata Prof Bidang Ilmu Hukum ke-3 Universitas Yarsi.

Tentu, ini sejalan dengan hukum progresif,mendudukkan kepastian, keadilan dan kemanfaatan dalam satu garis. Hukum yang terlalu kaku akan cenderung tidak adil. Hukum progresif bukan hanya taat pada formal prosedural birokratis, tetapi juga material-substantif. Tetapi tak kalah penting adalah karakter hukum progresif yang berpegang teguh pada hati nurani.

Konsep pentahelix atau multipihak di mana unsur pemerintah, akademisi, badan atau pelaku usaha, masyarakat atau komunitas, dan media bersatu padu berkoordinasi serta berkomitmen mengembangkan potensi UMKM. Selain itu tetap mengedepankan kearifan lokal, tapi inovatif, ber-HKI dan berdigital,merupakan hal terbaik. Semua itu bekal yang harus dimiliki UMKM untuk naik kelas.

Sebagai stakeholder,khususnya kampus di mana akademisi wajib Tri Dharma dan menghilirisasikan hasil risetnya demi kemajuan masyarakat, perlu realisasi kemitraan berdasarkan peran multipihak. Model pemagangan antara kampus dengan dunia usaha dan dunia industri (DUDI), wajib tersusun, dalam bentuk kurikulum. Sebagai model kemitraan dengan pedoman dan panduan yang tepat sesuai kebutuhan. Komunikasi dan kolaborasi menjadi penting dalam dalam sinergi dengan DUDI.

Perlu digaris bawahi pula adalah komitmen dan sinergi antar unsur satu dengan unsur lainnya menjadi kunci utama berhasilnya pola kemitraan, di mana peran aktif stakeholder harus memberi iklim kondusif bagi bertumbuhnya inovasi UMKM, perlindungan yang menjamin kepastian hukum, dan dukungan industri serta media yang selalu ingin promote, protect and advance.(Ati)