Pengumuman Bank Sentral China bahwa RMB digital akan terhubung penuh dengan sepuluh negara ASEAN dan enam negara Timur Tengah adalah langkah besar yang bisa mengubah lanskap ekonomi global. Dengan kemampuan transaksi lintas batas yang super cepat (7-8 detik), biaya turun hingga 98% dibandingkan sistem SWIFT, dan adopsi oleh 87% negara di dunia, RMB digital menandakan era baru dalam keuangan global—yang oleh beberapa pihak disebut sebagai “de-dolarisasi” skala besar. Sementara itu, kebijakan tarif impor Donald Trump (disebutkan hingga 140%) memperumit dinamika perdagangan dunia, termasuk untuk Indonesia. Apa artinya ini bagi masyarakat Indonesia, dan bagaimana kita bisa menyikapinya?
- Peluang dari RMB Digital untuk Indonesia
Efisiensi Perdagangan dan Ekonomi Digital
Indonesia, sebagai bagian dari ASEAN dan mitra dagang utama China, bisa memanfaatkan RMB digital untuk mempercepat dan memurahkan transaksi lintas batas. Misalnya, dalam proyek “Dua Negara, Dua Taman” China-Indonesia, pembayaran menggunakan RMB digital hanya membutuhkan 8 detik—100 kali lebih efisien dari metode tradisional. Bagi pelaku usaha Indonesia, seperti eksportir komoditas (minyak sawit, batubara) atau UMKM, ini berarti biaya transaksi lebih rendah dan akses lebih cepat ke pasar di ASEAN dan Timur Tengah. Dengan China sebagai tujuan ekspor terbesar Indonesia (mencapai 26% dari total ekspor pada 2024), RMB digital bisa menjadi alat untuk meningkatkan daya saing.Integrasi dengan Belt and Road
RMB digital bukan hanya alat pembayaran, tetapi juga bagian dari strategi “Jalur Sutra Digital” China, yang terlihat dalam proyek seperti Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Bagi masyarakat Indonesia, ini bisa membuka peluang kerja dan investasi di sektor infrastruktur, teknologi, dan logistik. Misalnya, pelaku bisnis lokal yang terlibat dalam rantai pasok proyek-proyek ini bisa mendapat manfaat dari pembayaran cepat dan murah melalui RMB digital.Kedaulatan Finansial
De-dolarisasi yang didorong RMB digital memberi Indonesia kesempatan untuk mengurangi ketergantungan pada dolar AS, yang sering membuat rupiah rentan terhadap gejolak pasar global (misalnya, nilai tukar rupiah sempat melemah ke 17.200 per dolar pada 2024). Dengan volume penyelesaian RMB lintas batas di ASEAN mencapai 5,8 triliun yuan (naik 120% sejak 2021), Indonesia bisa memperkuat posisi tawarnya dalam perdagangan regional, sekaligus menjaga stabilitas ekonomi. - Tantangan dan Risiko yang Perlu Diwaspadai
Ketergantungan pada Ekosistem China
Meski menjanjikan efisiensi, RMB digital dikendalikan oleh pemerintah China, yang bisa menimbulkan risiko geopolitik. Jika Indonesia terlalu mengandalkan RMB untuk perdagangan dan cadangan devisa (seperti yang dilakukan Malaysia dan Singapura), kita berisiko terjebak dalam ekosistem finansial yang kurang netral. Ini penting karena Indonesia selalu berusaha menjaga keseimbangan antara China, AS, dan mitra lain seperti Uni Eropa.Dampak Tarif Trump
Kebijakan tarif 140% yang diterapkan Trump, meskipun terutama menargetkan China, juga memengaruhi Indonesia (dengan tarif hingga 24% untuk beberapa produk ASEAN). Ini bisa meningkatkan harga barang impor di Indonesia, seperti elektronik atau bahan baku industri, yang pada akhirnya membebani konsumen dan pelaku usaha. Selain itu, jika ekspor Indonesia ke AS (seperti tekstil atau alas kaki) terhambat, pertumbuhan ekonomi bisa melambat, memengaruhi lapangan kerja dan daya beli masyarakat.Persaingan Teknologi
Keunggulan blockchain RMB digital menunjukkan bahwa China jauh di depan dalam teknologi keuangan. Indonesia, meski memiliki sistem seperti QRIS dan rencana rupiah digital, masih tertinggal dalam hal skala dan adopsi. Jika tidak segera meningkatkan infrastruktur digital, kita berisiko menjadi pengguna teknologi China tanpa memiliki kendali atas inovasi sendiri. - Konteks Tarif Trump dan Persaingan Dagang
Tarif tinggi Trump adalah strategi proteksionisme untuk melindungi industri AS, tetapi memiliki efek samping besar:Mempercepat De-Dolarisasi: Tarif membuat perdagangan dengan AS lebih mahal, mendorong negara-negara seperti Indonesia untuk beralih ke RMB digital agar tetap kompetitif di pasar Asia. Misalnya, Thailand sudah menggunakan RMB digital untuk pembayaran minyak, dan Indonesia bisa mengikuti untuk komoditas lain.
Gangguan Ekonomi Jangka Pendek: Tarif bisa menekan ekspor Indonesia ke AS (sekitar 11% dari total ekspor), memengaruhi sektor seperti garmen dan perikanan. Ini berarti pelaku usaha harus cepat mencari pasar alternatif, seperti ASEAN atau Timur Tengah, di mana RMB digital bisa mempermudah transaksi.
Inflasi Global: Dengan AS sebagai pasar besar, tarif akan meningkatkan harga barang di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Misalnya, harga ponsel atau komponen impor bisa naik, membebani masyarakat kelas menengah.
Namun, tarif ini tidak akan sepenuhnya menghentikan China. Sistem seperti RMB digital dan CIPS (alternatif SWIFT China) memungkinkan China dan mitranya, termasuk Indonesia, untuk “tariff-proof” perdagangan mereka. Data menunjukkan bahwa perdagangan Indonesia-China tetap kuat meski ada tekanan AS, dengan ekspor nikel dan CPO melonjak 15% pada 2024. Ini menunjukkan ketahanan ekonomi yang bisa dimanfaatkan.
- Apa Artinya bagi Masyarakat Indonesia?
Bagi Pelaku Usaha dan UMKM
RMB digital membuka peluang untuk menekan biaya ekspor dan impor, terutama dengan China dan ASEAN. Misalnya, pengusaha batik di Yogyakarta atau kopi di Lampung bisa menjual ke Singapura atau Malaysia dengan biaya transaksi minimal menggunakan RMB digital. Namun, mereka perlu pelatihan digital untuk memahami sistem ini, agar tidak ketinggalan dari pesaing regional.Bagi Pekerja dan Tenaga Kerja
Proyek Belt and Road yang terintegrasi dengan RMB digital, seperti pelabuhan atau kereta api, bisa menciptakan lapangan kerja di sektor konstruksi, logistik, dan teknologi. Namun, pekerja Indonesia harus meningkatkan keterampilan digital agar bisa bersaing, misalnya dengan belajar e-commerce atau analisis data sederhana.Bagi Konsumen
Di satu sisi, RMB digital bisa menstabilkan harga beberapa barang impor dari China karena biaya transaksi yang lebih rendah. Di sisi lain, tarif Trump berisiko menaikkan harga barang dari AS atau Eropa, seperti gadget atau pakaian merek tertentu, yang akan terasa di dompet kelas menengah.Bagi Pemuda dan Generasi Muda
Revolusi keuangan ini adalah panggilan untuk generasi muda Indonesia. Dengan dunia beralih ke mata uang digital, pelajar dan mahasiswa harus mempelajari teknologi blockchain, fintech, dan perdagangan global. Ini adalah peluang untuk menjadi pelaku, bukan hanya penonton, dalam ekonomi masa depan. - Rekomendasi untuk Masyarakat Indonesia
Untuk menyikapi perubahan besar ini, berikut langkah-langkah yang bisa diambil masyarakat Indonesia:Tingkatkan Literasi Digital dan Finansial
Ikuti pelatihan gratis tentang e-commerce, pembayaran digital, atau blockchain yang sering diadakan oleh pemerintah atau startup.Pahami cara kerja mata uang digital (termasuk rencana rupiah digital BI) agar tidak hanya menjadi pengguna RMB digital, tetapi juga inovator lokal.
Diversifikasi Pasar dan Mata Uang
Pelaku usaha sebaiknya menjajaki pasar ASEAN dan Timur Tengah, bukan hanya bergantung pada AS atau China. RMB digital bisa menjadi alat untuk masuk ke pasar ini.
Dorong pemerintah untuk mempercepat integrasi rupiah digital dalam perdagangan regional, agar Indonesia punya alternatif selain dolar dan RMB.Manfaatkan Peluang Belt and Road
UMKM dan pekerja bisa mencari peluang dalam proyek China, seperti logistik atau manufaktur, tetapi harus negosiasi agar keuntungan tetap mengalir ke lokal.
Komunitas bisnis bisa belajar dari Thailand atau Malaysia, yang sudah menggunakan RMB digital untuk perdagangan energi dan komoditas.Waspada terhadap Risiko Geopolitik
Dukung kebijakan pemerintah yang menjaga netralitas Indonesia, seperti memperkuat kerja sama dengan Jepang, India, dan Uni Eropa untuk menyeimbangkan pengaruh China dan AS.
Pantau dampak tarif Trump pada harga barang sehari-hari, dan cari alternatif lokal jika memungkinkan (misalnya, produk UMKM).
Investasi pada Pendidikan dan Inovasi Generasi muda harus didorong masuk ke bidang STEM (sains, teknologi, teknik, matematika) untuk bersaing di era keuangan digital.
Pemerintah dan swasta perlu mempercepat pengembangan ekosistem startup fintech Indonesia, agar kita tidak hanya mengadopsi teknologi China.
- Kesimpulan
Langkah RMB digital China adalah revolusi yang mengguncang dominasi dolar AS, dipercepat oleh tarif Trump yang kontraproduktif. Bagi masyarakat Indonesia, ini adalah peluang untuk meningkatkan efisiensi perdagangan, memperkuat ekonomi digital, dan mengambil bagian dalam proyek global seperti Belt and Road.Namun, kita harus waspada terhadap risiko ketergantungan pada China dan dampak tarif yang bisa menaikkan harga barang. Kuncinya adalah keseimbangan: manfaatkan teknologi RMB digital, tetapi perkuat rupiah digital dan inovasi lokal agar Indonesia tetap berdaulat dan kompetitif.
Ini adalah saatnya masyarakat Indonesia—dari pelaku usaha hingga pemuda—berpikir besar. Dunia sedang berubah, dan kita punya kesempatan untuk menjadi pemain utama, bukan hanya pengikut. Mari sambut era baru ini dengan kesiapan, keberanian, dan semangat untuk membangun masa depan yang lebih kuat!