Mencukupi kebutuhan dokter spesialis di Indonesia harus diawali melihat peta demografi penduduk dan transisi epidemiologi sehingga diketahui penyakit tertentu bertambah dan berkurang.
Terkait konteks rujukan, perlu spesialisasi bervariasi dalam hal distribusi ,jumlah, dan kompetensi. Selain itu sisi penyediaan harus dikaji berapa jumlah, jenis, jenjang, dan distribusinya dengan komitmen pada pemerataan.
Sangat penting juga jika dokter sudah tersedia, perekrutan perlu dikaji Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kementerian Kesehatan (Kemenkes), serta pemerintah daerah secara terbuka dan sesuai konteks lokal
Semua pernyataan Rektor Universitas Yarsi, Prof.dr.Fasli Jalal, Ph.D (Prof Fasli)disampaikan dalam lokakarya bertema, Mengurai Tantangan dan Peluang pada RUU Kesehatan, Menjawab Pemenuhan Kebutuhan Dokter Spesialis” diadakan Universitas Yarsi, kemarin .
Prof Fasli menambahkan, para dokter spesialis susah payah diraih ini mengalir ke tempat membutuhkan harus disediakan kondisi kerja nyaman sejak diterima, jelas jenjang kariernya, terjamin kesejahteraan. “Tak kalah penting, tersedia sarana dan prasarana pendukung agar para dokter bisa melayani kesehatan masyarakat optimal,” ujar Prof Fasli.
Rektor Universitas Yarsi juga mengatakan semangat untuk melakukan transformasi percepatan dokter spesialis melalui RUU Kesehatan ini tentu dapat dipandang baik.
Namun, proses penyusunan kebijakan melakukan transformasi ini perlu cermat dan hati-hati. Karena itu, Universitas Yarsi menyediakan forum diskusi menjawab percepatan pendidikan dokter spesialis dalam memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan nasional.
Nantinya, lanjut Prof. Fasli, hasil lokakarya akan direkomendasikan kepada DPR dan Kementerian Kesehatan.
Sementara Pelaksana Tugas(PlT) Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Prof.Ir.Nizam, M .Sc,Ph.D,IPU, ASEAN Eng mengatakan, pemenuhan dokter oleh perguruan tinggi (PT) hingga kini bersumber pada permintaan Kemenkes. Pada tahun 2010, Kemenkes minta jumlah dokter 5.000-6.000 dokter per tahun, hingga 10.000 dokter per tahun. Setelah Undang Undang Pendidikan Kedokteran terbit, tahun 2013, jumlah lulusan dari fakultas kedokteran (FK) lebih dari 12.000 per tahun.
Kemudian tahun 2016 ada moratorium pembukaan FK karena sudah melampaui kebutuhan. Mulai tahun 2022, moratorium FK dibuka kembali dan kapasitas ditambah. Bahkan, rasio pendidik, residen awalnya 1 berbanding 3 menjadi 1 berbanding 5
Kalau mau mengakselerasi jumlah dokter dan dokter spesialis bisa dengan gotong royong. Tentu tetap utamakan kualitas lulusan. Tapi untuk pendidikan dokter spesialis, kehadiran pemerintah minim. “Jadi biaya pendidikan mahal dan jadi beban peserta,” ingat Prof Nizam
Prof Nizam menjelaskan, gotong royong pemenuhan kekurangan dokter spesialis penting dilakukan, karena pemahiran para spesialis tak cukup hanya dilakukan fakultas-fakultas kedokteran saja. Akses terhadap rumah-rumah sakit untuk pendidikan juga harus disediakan. Tentunya agar para mahasiswa spesialis dapat memahirkan diri di sana,” tutur Prof Nizam.
Kemenkes perlu bantu lewat pembiayaan. Amanah Undang-Undang Pendidikan Kedokteran itu mengamanatkan, residen itu harus dapat insentif. Itu harusnya dipenuhi Kemenkes,
Ditambahkannya,bila gotong royong sudah dilakukan, maka pemenuhan kebutuhan spesialis dapat diakselerasi. Tidak perlu perubahan sistem, diperlu hanya jalankan sistem yang ada dengan baik. Jika ada persoalan dan kendala pemenuhan kebutuhan itu, maka semestinya dicari solusinya.
Indonesia perlu jaringan rumah sakit. Jadi tak perlu FK itu punya rumah sakit sendiri. Rumah-rumah sakit daerah itu tolong bisa dimanfaatkan para fakultas kedokteran . “Jadi bisa efisien, hemat, dalam penyelenggaraan pendidikan ini,” tutup Prof Nizam.
Staf Ahli Menteri Bidang Hukum Kesehatan Kementerian Kesehata Drs.Sundoyo,SH, MKM,M.Hum,juga tampil sebagai pembicara. membahasan proses RUU Kesehatan yang diinisiasi sejak tahun 2020 dan telah melakukan lebih dari 20 public hearing.
Pembicara lain tampil Anggota Komisi IX DPR, dr.Suir Syam.M.Kes.,MMR . dan sebagai penanggap Ketua Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia (AIPKI) Prof.Dr.Budi Santoso,dr.,Sp.OG(K) dan Dekan Fakultas Hukum Universitas Yarsi Dr.Mohammad Ryan Bakry,SH.MH. (Usman)