Gedung WHO dan Aturan Pandemi

Kita semua sudah mengenal WHO, tapi mungkin tidak semua mengenal gedung markas utama organisasi ini di kota Jenewa, Swiss. Gedung utama WHO yang bersejarah ini sedang dalam renovasi, dan ada gedung sampingnya yang kini jadi pusat kegiatan sementara, walau pintu masuknya tetap dari gedung utama yang lama, lalu langsung belok kiri ke gedung sementara yang baru, jadi setidaknya orang tetap merasa “masuk” ke kantor WHO yang legendaris, walau didalamnya belum bisa dipakai. Gedung ini diresmikan tahun 1966, dan dibangun oleh arsitek ternama Jean Tschumi. Bangunan ini masuk dalam “Geneve architectural heritage”. Karena kegiatan WHO terus meningkat maka gedungnya perlu diperbaiki dan diperluas, jadi sejak beberapa tahun lalu direnovasi total, tetapi arsitektur bangunan dari luarnya tidak diubah.

Ruang rapat utama (yang namanya “Executive Board room”) yang ada di gedung lama tentu juga tidak dapat dipakai. Jadi saya sekarang di November 2024 menghadiri rapat Intergovermental Negotiation Body (INB) ke 12 yang bernegosiasi dan menyusun draft konvensi, perjanjian atau instrumen aturan lain untuk pencegahan, kesiapan dan respon pada Pandemi mendatang, di gedung baru yang namanya ruangan Auditorium, yang bisa menampung negara-negara anggota WHO. Setiap negara hanya boleh masuk 2 orang, anggota delegasi lain mengikuti sidang di ruang sampingnya, yang disebut ruang “over flow”.

Di meja depan masing-masing delegasi ada papan nama negaranya masing-masing. Kalau kita ingin bicara maka papan nama itu kita berdirikan, seperti yang ada di foto ini sehingga pimpinan rapat tahu ada negara yang mau menyampaikan pendapat. Setiap negara hanya diberi alokasi waktu 3 menit, dan di tengah ruangan ada lampu berdiri dengan 3 warna, hijau, kuning dan merah, jadi kalau sudah 3 menit maka lampu jadi merah dan di layar besar (yang terpampang muka kita yang sedang bicara) juga akan ada timer yang berubah warnanya jadi merah pula.

Karena yang saya hadiri ini adalah pertemuan resmi WHO maka ada 6 penerjemah dalam 6 bahasa resmi WHO, Inggris, Perancis, Rusia, China, Arab, dan Spanyol.

Perjalanan rapat juga sesuai kaidah diplomasi internasional. Rapatnya cukup melelahkan, dari pagi sampai malam. Pembahasannya bukan hanya topik kesehatan masyarakat tetap juga kaitannya dengan berbagai aspek sosial, politik, ekonomi, bahkan HAM dll. Cukup sering bahwa untuk “satu kata” saja maka bisa di debat panjang sampai setengah hari lamanya, lalu bahkan masih dilanjutkan dengan lobby-lobby pula, dilanjutkan pula dengan masing-masing delegasi mungkin berkonsultasi ke negaranya masing-masing (biasanya disebut “consult capital”) untuk kemungkinan mencapai tiitk tengah kesepakatan, yang seringkali disebut “middle gound” atau “landing zone”. Dalam proses itu, pimpinan sidang (yang disebut sebagai “buereau” yang terdiri dari beberapa orang Co-Chair dan Vice Chair dari beberapa negara) kadang-kadang harus mengusulkan kata-kata atau istilah baru untuk menjembatani perbedaan pendapat antara negara, yang disebut sebagai “balance text”.

Di gambar ini saya memang sedang menyampaikan intervensi dari negara kita tentang aspek penting penyusunan “Pandemic Agreement” yang sudah dibahas 12 kali sejak Desember 2021 yang lalu sampai November 2024 sekarang ini. Masing-masing pertemuan berjalan 2 minggu yang kadang-kadang diperpanjang pula, dan berbeda beberapa bulan antara pembahasan satu dengan lainnya.

Semoga negosiasi ketat dan amat menguras pikiran dan tenaga ini akan menghasilkan Aturan Kesehatan yang dapat menyelamatkan umat manusia di muka bumi dari bahaya Pandemi dan Wabah penyakit.

Prof Tjandra Yoga Aditama
Anggota Delegasi Indonesia pada pambahasan aturan internasional tentang Pandemi.
Dari Jenewa, November 2024