Di media massa kita baca bahwa pengendalian tuberkulosis merupakan salah satu priorotas kegiatan pemerintah Prabowo Subianto, dan bahkan bagian dari aktifitas 100 hari pertama pemerintahan. Nah, untuk penanganan tuberkulosis maka selain deteksi pasien dan pengobatannya maka yang juga amat penting adalah penemuan dan penanganan tuberkulosis laten, yaitu mereka yang sudah terinfeksi tuberkulosis tetapi belum sakit.
Sejauh ini ada dua metode untuk deteksi tuberkulosis laten, yaitu tes tuberkulin dan tes IGRA (Interferon Gamma Release Assay), yang masing-masing punya kelebihan dan keterbatasannya masing-masing, Nah salah satu teknologi yang kini banyak mendapat perhatian adalah Cy-Tb, suatu generasi mutakhir untuk mendeteksi TB laten. Organisasi internasional Stop TB Partnership bahkan menyebutkan bahwa Cy-Tb adalah “Next Generation Skin Test for Detection of Tuberculosis”. Setidaknya ada tiga alasan kenapa Cy-Tb disebutkan “next generation”. Pertama karena Cy-Tb mudah digunakan, sederhana pelaksanaannya. Ke dua, dapat digunakan di lapangan dan langsung pada mereka yang memerlukannya, atau “point-of-care and on field”. Ke tiga, tes ini adalah spesifik, yaitu berdasar antigen ESAT-6 dan CFP-10 dari Mycobacterium tuberculosis. Data penelitian ilmiah menyebutkan bahwa Cy-Tb dapat mengkombinasikan akurasi dari IGRA dengan kemudahan penggunaan tes Tuberkulin (“Tuberculin Skin Test -TST).
Pada presentasi team “Airborne Infection Defence Platform -AIDP” pada workshop di Bangkok 20 Desember 2024 ini maka peran Cy-Tb juga diangkat, termasuk biayanya yang jelas terjangkau, yang pada kesempatan yang sama juga disebutkan tentang peran pemeriksaan ronsen dada dengan teknologi “Artificial Intelegence – AI”.
Dalam penanggulangan tuberkulosis dunia dan juga di negara kita maka semua mengenal peran penting Global Fund AIDS, TB, Malaria (GF-ATM). Pada 13 Agustus 2024 Global Fund mengeluarkan pernyataan bahwa penggunaan Cy-Tb skin test yang mendeteksi rdESAT-6 dan rCFP-10 ini memang sudah resmi direkomendasikan oleh pakar mereka yang tergabung dalam “Expert Review Panel – (ERP)”.
Dengan perkembangan ilmiah ini, juga publikasi dari *Stop TB Partnership” dan juga pernyataan resmi dari “Global Fund”, maka tentu akan baik kalau penggunaan Cy-Tb juga menjadi salah satu pertimbangan penting dalam pengendalian tuberkulosis di negara kita, suatu penyakit yang tiap jam membunuh 15 orang Indonesia dan suatu penyakit yang penanggulangannya jadi prioritas pemerintah kita sekarang ini. Kita tunggu langkah selanjutnya demi kesehatan bangsa kita.
Prof Tjandra Yoga Aditama
Direktur Pascasarjana Universitas YARSI.
Senior Lead Advisor Airborne Infection Defence Platform -AIDP.