Universitas YARSI (UY) menggelar Lokakarya (Refreshing) Peningkatan Kapasitas Kader Posyandu dalam program penurunan dan pencegahan stunting di Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten yang berlangsung sejak 31 Agt – 1 Sept 2019 bertempat di Aula Dinas Kesehatan Kab. Pandeglang.
Kegiatan ini merupakan suatu rangkaian pendampingan yang dilakukan, di mana UY termasuk dalam 17 Perguruan Tinggi yang dipercaya untuk penanggulangan dan pencegahan stunting di Indonesia. Sebagai daerah binaan UY, Kab. Pandeglang termasuk dalam salah satu dari 160 Kabupaten/Kota di Indonesia yang menjadi prioritas dengan masing-masing 10 desa untuk penanganan stunting.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Bupati Pandeglang, Irna Narulita, ternyata hampir 8000 anak di Pandeglang yang menyandang predikat stunting (www.rmolbanten.com). Stunting atau gagal tumbuh kembang ini diakibatkan kurangnya pasokan gizi pada masa tumbuh kembang anak dari 0 – 1000 hari kehidupan.
Sebanyak 50 kader Posyandu mengikuti kegiatan refreshing ini berasal dari 10 desa lokus stunting di Kab. Pandeglang dengan masing-masing mengutus 5 orang kader terbaik mereka. 10 desa tersebut adalah Desa Langensari (Kec. Saketi), Banyu Mundu (Kec. Kadu Hejo), Koncang (Kec. Cipeucang), Kadu Gadung (kec. Cipeucang), Pasir Durung (Kec. Sindang Resmi), Kadu Maneuh (Kec. Banjar), Pasir Karang (Kec. Karoncong), Karoncong (Kec. Karoncong), Pakuluran (Kec. Karoncong) dan Tegal Ongok (Karoncong).
Pada kesempatan itu, UY telah menyiapkan tim khusus sebagai pemateri yang sekaligus dosen di UY seperti dr. Wan Nedra, Sp.A. (masalah Stunting), Dr. dr. Sri Wuryanti, MS, Sp.GK. (Makanan Pendamping ASI), dr. Yusnita, M.Kes (Antropometri), Dr. Ade Nursanti, B.HSc., M.Ed. (Pengasuhan/Parenting), dan Dr. Octaviani Indrasari Ranakusuma, M.Si., Psi. (Komunikasi yang Efektif).
Selain metode ceramah dan presentasi, materi-materi yang disampaikan juga berupa pemutaran video, tanya jawab, diskusi bersama, simulasi serta focus group duscussion (diskusi terfokus dalam grup) yang kelompoknya dibentuk secara acak. Hal iu dilakukan agar peserta dapat saling kenal-mengenal satu sama lain sehingga mereka bisa saling bertukar informasi di antara mereka.
dr. Wan Nedra, Sp.A. (dr. Inet) selaku koordinator pada acara ini mengatakan hampir seluruh peserta refreshing sudah mengerti perihal stunting. Terbukti sewaktu mereka diminta menjelaskan apa yang dimaksud dengan stunting, mereka bisa menjawab dengan pajang lebar.
“Meskipun yang dimaksud dan dikatakan mereka itu benar, tapi kurang fokus pada permasalahan yang sebenarnya mengenai sunting,” ujar dr. Inet.
“Sebenarnya, stunting terjadi akibat kurangnya asupan protein dari berbagai sumber makanan seperti telur ikan ayam tahu tempe dan lain sebagainya maka anak itu stunting (kerdil) atau gagal tumbuh,” papar dr. Inet.
Dr. Inet juga menjelaskan tujuan Refreshing ini untuk mengarahkan perbedaan antara stunting, gizi kurang, dan gizi buruk. Sebab, selama ini di Puskesmas hanya mengukur berat badan, sementara masalah stunting fokus dengan tinggi badan.
“Oleh sebab itu pada lokakarya ini kita melatih skill mereka bagaimana cara mengukur tinggi atau panjang badan dan menyocokkan ke kurva yang mana selama ini menggunakan KMS (Kartu Menuju Sehat) yang tidak ada untuk tinggi badan, namun hanya berat badan” jelas dr. Inet.
Kemudian diberitahukan juga cara menggunakan kurva WHO yang menurut dr. Inet, kalau di bawah 2 (dua) standar deviasi, berarti itu stunting dan jika di bawah minun 3 (tiga) stunting-nya sangat berat. Termasuk juga skill membuat makanan tambahan untuk bayi berusia 6 (enam) bulan. Biasanya yang mereka tahu selama ini memakai menu tunggal seperti cuma pakai bubur nasi atau susu saja.
“Dibuatnya bubur nasi kemudian ditambah susu, itu kan tidak ada proteinnya. Kita mengajarkan membuat makanan pertama itu boleh kita tambahkan minyak,” kata dr. Inet.
Contohnya, membuat bubur dengan bahan nasi sebagai dasar kemudian kita tambahkan dengan ikan atau daging dan sayur, serta minyak satu sendok makan. Sayurnya bisa dari buah labu yang banyak dihasilkan di daerah ini yang sering dijajakan di sepanjang jalan dan harganya tidak begitu mahal.
“Labu yang merupakan makanan lokal itu banyak mengandung serat sangat bermanfaat untuk pencernaan dan lain sebagainya,” ungkap dr. Inet.
Luarannya nanti kata dr. Inet, supaya mereka bisa menerapkan apa yang diperolehnya di sini kepada masyarakat dan yang lebih penting lagi agar mereka melakukan pengecekan dengan benar apakah anak itu stunting atau tidak dengan cara mengukur berat dan tinggi badan. Sehingga data yang diperoleh benar-benar terkonfirmasi.
“Mudah-mudahan bersama Universitas YARSI yang telah menurunkan mahasiswa bersama dosen agar terlaksana seperti yang diinginkan Prof. Fasli Jalal (Rektor UY) supaya Pandegalang bisa tersisir secara menyeluruh. Jadi anak-anak yang gizi kurang, gizi buruk, dan stunting bisa ‘tertangkap’ semuanya, sehingga program kita tuntas dilaksanakan,” tutup dr. Inet. (ART)
“Universitas YARSI, Islami dan Berkualitas”