Universitas Yarsi tadi pagi melangsungkan webinar dengan tema Education for All . Acara ini persiapan menuju kampus ramah kebutuhan khusus(disabilitas) , serta bagian dari program Institutional Support System kegiatan pengenalan kehidupan kampus bagi mahasiswa (PKKM).
Apakah penyandang disabilitas membutuhkan pendidikan tinggi? Tanya Sekretaris Umum DPP Persatuan Tuna Netra Indonesia, Iyehezkie Parudani, M.Ed. Jawabannya iya, agar penyandang disabilitas keluar dari kepungan diskriminasi, kemudian penyandang disabilitas memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan tinggi
Lebih lanjut Parudani, sapaan akrab Sekretaris Umum DPP Persatuan Tuna Netra Indonesia menjelaskan, untuk menjadikan kampus ramah penyandang disabilitas memang dibutuhkan penyediaan infrastruktur dan kebutuhan belajar serta dana oleh pengelolah perguruan tinggi.
Namun dari kesemua itu, pemberian layanan komunikatif berupa ramah kepada penyandang disabilitas itu menjadi utama. Seperti mendampingi kita saat berjalan menuju tempat yang diinginkan, saat masuk dan keluar lift dibantu. “ Semua ini cukup , memang akan lebih baik kalau ditunjang penyediaan infrastruktur,” ujar Parudani, juga dosen sastra inggris di Universitas Pamulang.
Sementara Dosen Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Farida Kurniawati, Ph.D menjelaskan, kebutuhan khusus atau penyandang disabilitas itu interaksi antara individu dengan keterbatasan kemampuan dan sikap masyarakat serta lingkungan menghambat partisipasi penuh dan efektif mereka di dalam masyarakat
Selanjutnya Farida menambahkan, ragam individu kebutuhan khusus bermacam-macam. Mulai disabilitas intelektual dan perkembangan, gangguan belajar , attention deficit hyperactivity disorder (ADHD), autism spectrum disoder, gangguan emosi dan perilaku . Selanjutnya gangguan komunikasi, gangguan pendengaran, gangguan penglihatan, disabilitas fisik dan gangguan kesehatan, disabilitas ganda serta kecerdasan dan atau bakat istimewa.
Sedang tingkat disabilitas itu ada ringan (mampu didik IQ 50-69 memerlukan pendampingan), selanjutnya sedang (mampu latih IQ 35-49 memerlukan bantuan ) dan terakhir berat (mampu rawat, IQ 20-34 , memerlukan banyak bantuan.
Terkait gangguan belajar , menurut Farida ada 3 karakter utama perlu dipahami. Pada membaca yaitu kesulitan membaca, membaca tepat dan memahami bacaan kesulitan utama ada pada decoding. Sedangkan pada menulis meliputi kesulitan menulis dengan tangan, tanda baca, penguasaan kosakata, struktur kalimat dan tulisan eksposisi. Sementara untuk berhitung atau matematika bermasalah dalam penalaran angka dan kalkulasi , serta menangkap fakta-fakta dalam soal cerita.
Untuk mengatasi gangguan belajar pada disabilitas perlu strategi pembelajaran, Alumni Doctoral Uiversity of Groningen, Nederland’s memberikan kiat, gunakan bahasa jelas dan tidak ambigu (hindari bahasa metafora), jangan bicara bertele-tele, langsung ke intinya. Katakan apa maksud Anda dan maknai yang Anda Katakan . Kemudian gunakan dukungan visual (presentasi), berikan kejelasan tentang apa yang diharapkan dari semua mahasiswa ( seperti kehadiran, partisipasi, tenggat waktu, bagaimana dan kapan bisa menghubungi Anda), tunjukan teks kunci dalam daftar bacaan, berikan umpan balik yang membangun secara rutin dan berikan salinan handout dan presentasi terlebih dahulu. “jangan lupa berikan pemberitahuan tertulis sebelumnya tentang perubahan jadwal, kurikulum atau penilaian,”tutup Farida.