UY Gelar Webinar, Bantu Tanggulangi TBC dan Implementasi Perpres No.67

Kondisi pandemi Covid 19 di Indonesia saat ini telah menjadi beban tambahan yang berat yang sangat menyulitkan penanggulangan tuberkulosis(TBC/TB). Situasi pandemi Covid telah menurunkan cakupan deteksi kasus penderita tuberkulosis, kunjungan pengobatan dan kepatuhan berobat. Masalah ini dalam jangka Panjang dapat mempengaruhi peluang keberhasilan program eliminasi tuberkulosis tahun 2030.

Alasan ini menggerakkan Pemerintah Indonesia membuat suatu langkah tepat dengan mengeluarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2021 tentang Penanggulangan Tuberkulosis yang ditetapkan pada tanggal 2 Agustus 2021. Peraturan Presiden ini mengatur mengenai target eliminasi tuberkulosis pada tahun 2030 berupa penurunan angka kejadian tuberculosis menjadi 65 per 100.000 penduduk, dan penurunan angka kematian akibat tuberkulosis menjadi 6 per 100.000 penduduk.

Eliminasi tuberkulosis dicanangkan pada tahun 2030 ini akan sulit dicapai dan tidak dapat diselesaikan hanya oleh sektor kesehatan semata, namun harus dilakukan multisektoral, tanpa terkecuali peran masyarakat umum.

Ancaman TBC pada dunia kerja yaitu tergangguanya produktivitas hingga kesejahteraan tenaga kerja.Kementerian Tenaga Kerja telah melakukan berbagai upaya menanggulangi TBC termasuk mendukung Peraturan Presiden No.67 Tahun 2021 tentang penanggulang TBC.

Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziah saat bicara dalam Webinar Eliminasi Penyakit Tuberkulosis 2030,digelar Universitas Yarsi, Rabu,29/9. mengatakan, Penanggulang TB didunia kerja ada ditangan pemimpin tertinggi di masing-masing perusahaan .Setiap pimpinan harus punya komitmen mengendalikan TB dan juga penyakit-penyakit lain. Perusahaan komitmen menyediakan fasilitas agar pegawainya selalu sehat.

Kementerian ketenagakerjaan sebagai instansi pembina sektor ketenagakerjaan telah mengambil kebijakan dan berkomitmen dalam pengendalian di tempat kerja dengan program keselamatan dan kesehatan kerja atau K3.

Kementerian ketengakerjaan juga sudah melakukan langkah-langkah, mengidentifikasi perusahaan dengan resiko tinggi dan kepada pemilik atau pimpinan tertinggi di perusahaan melakukan sosialisasi K3, meningkatkan koordinasi antara fasilitas pelayanan kesehatan perusahaan dengan dinas kesehatan kabupaten /kota. Mencatat pelaporan serta pelacakan pasien TB dan pasien yang mangkir. Mengajak dunia usaha , dunia industri , manajemen perusahaan, serikat pekerja dan kelompok masyarakat untuk mendukung secara bersama melaksanakan penanggulangan TB.

“Saya dukung webinar Universitas Yarsi , merupakan bentuk komitmen nyata membantu upaya pemerintah,” seru Bu Menteri

Eliminasi tuberkulosis dicanangkan pada tahun 2030, sektor agama juga berperan penting dalam implementasi penanggulangan tuberculosis.

Menurut Sekretaris Direktorat Jenderal(Sesdirjen) Bimas Islam Kementerian Agama Muhammad Fuad Nasar, pesantren sebagai salah satu bagian dari masyarakat sebanyak 31.385 ponpes dengan jumlah santri sekitar 4,29 juta orang, merupakan kelompok rentan terpapar tuberkulosis, terutama pada tingkat hunian tinggi dengan konstruksi bangunan yang minim cahaya matahari sehingga santri dapat menjadi sakit,

Untuk menanggulangi gangguan TB di pesantren.kementerian agama telah melakukan berbagai upaya. Satu diantaranya program santri sehat.
Pada program ini kementeriaan agama lebih mengintensifkan kerjasama dengan para tenaga kesehatan dan lembaga, badan kesehatan dan perguruan tinggi serta membangun ekosistem kebersamaan membangun program-program sesuai kebutuhan pesantren.

Selain itu, santri setelah lulus akan menjadi pendakwah diharapkan dapat memasukkan materi penyuluhan tuberkulosis dan penyuluhan kesehatan lain. Ini bagian upaya membantu pemerintah menangani masalah TB atau kesehatan.

“Tidak ketinggalan pada mereka akan berumah tangga atau menikah diberikan pemahaman dan wawasan membangun hidup sehat,” ujar Pak Sesdirjen yang juga jadi pembicara webinar Universitas Yarsi.

Webinar ini merupakan salah satu kegiatan Catur Dharma Perguruan Tinggi meningkatkan suasana ilmiah akademik dilaksanakan Universitas YARSI, Magister Sains Biomedis Sekolah Pascasarjana, Fakultas Kedokteran bekerja sama dengan Pusat Pengabdian kepada Masyarakat Yarsi TBcare.

Dalam webinar Eliminasi Penyakit Tuberkulosis 2030 selain pembicara dari luar , pembicara dari dalam Universitas Yarsi juga tampil.Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Yarsi, Tjandra Yoga Aditama dan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi, Rika Yuliwulandari
Banyak infomasi disampaikan Prof Tjandra, daintaranya ,ada lima gangguan disebabkan pandemi Covid-19 terhadap penanganan TB.

Gangguan pertama terkendalanya proses deteksi kasus TB, berkurangnya daya kerja laboratorium karena fokus menangani pandemi. Lalu penurunan suplai obat-obatan, berkurangnya penanganan dan monitoring, serta kelima pengurangan tenaga kesehatan yang menangani kasus TB karena dialihkan juga untuk merespons pandemi.

Jika pasien TB terkena virus Corona maka keparahan Covid-19 akan semakin berat. “Severity-nya memberat, dan juga TB-nya memberat. Artinya perbaikan TB-nya terganggu,” ujar Tjandra Yoga Aditama

Selanjutnya Prof Tjandra menyatakan, terjadinya pandemi Covid-19 telah berdampak besar pada penanganan pasien tuberkulosis (TB/TBC). Ia menjelaskan pandemi dapat menambah kematian ratusan ribu pasien TB di dunia

Organisasi kesehatan dunia(WHO) menyebutlkan akan terjadi penambahan kematian pasien TB 500 ribu di dunia. Sementara penelitian terbaru WHO beberapa bulan lalu di 84 negara ternyata penambahan kematian itu setengah juta.

Dalam setahun setidaknya kematian akibat TB mencapai 1,49 juta pasien di dunia. Angka tersebut biasanya selalu turun dari tahun ke tahun. “Namun karena adanya pandemi Covid-19, pada 2020 WHO memprediksi ada 1,85 juta kematian akibat TB.

Eliminasi tuberkulosis dicanangkan tahun 2030 ini akan sulit dicapai dan tidak dapat diselesaikan hanya oleh sektor kesehatan semata, namun harus dilakukan multisektoral, tanpa terkecuali peran masyarakat umum.

Webinar Universitas Yarsi menghadirkan Menteri Ketenagakerjaan, Sesdirjen Bimas Islam Kemenag dan Plt Dirjen P2P Kemenkes sebagai langkah-langkah untuk implementasi Perpres No 67 Tahun 2021. “ini bentuk kontribusi dalam eliminasi tuberkulosis,”tutur Prof Tjandra.

Sementara Prof Rika menyampaikan beberapa hal terkait eliminasi penyakit tuberkulosis 2030. Seperti 5 point yaitu pertama tuberkulosis menjadi kegiatan lintas program atau sektor dengan program dukungan sumber daya. Kedua implementasi nyata dilapangan , rencana kerja, monitoring dan evaluasinya. Kemudian penanganan TB juga meliputi masalah kesehatan terkait ( HIV, DM,Rokok,Gizi), berorientasi ke pasien dan keluarganya. Kelima TB menjadi target dunia SDG, target nasional (eliminasi 2030) dan target daerah (propinsi, kabupaten/kota).