Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek)terus berupaya meningkatkan kualitas pendidikan vokasi di Tanah Air.
Prinsip utama pendidikan vokasi adalah fokus tiga hal,yaitu pendidikan, , sosial dan ekonomi.
Khusus ekonomi, pendidikan vokasi harus relevan dengan agenda-agenda perekonomian di Indonesia.
Pendidikan vokasi di Indonesia saat ini mencakup sekitar 14.000 SMK, 2.000 program studi vokasi, 273 Politeknik dan Akademi Komunitas, 17.000 lembaga pelatihan dan kursus.
Kehadiran lembaga vokasi ini dapat dikaitkan dengan agenda pembangunan ekonomi sehingga stay relevant dengan agenda ekonomi nasional dan daerah .
Semua ini bagian mengemuka disampaikan Pelaksana Tugas Direktur Kemitraan dan Penyelarasan Dunia Usaha Dunia Industri Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi Kemendikbudristek, Uuf, Brajawidagda, ST.MT, Ph. saat Bincang Edukasi Mendukung Kekuatan Ekonomi Nasional Melalui Tumpuan Pendidikan Vokasi.kemarin di Universitas Yarsi
Bincang edukasi dilaksanakan Study Club Jurnalis CEMPAKA bekerja sama dengan Direktorat Kemitraan dan Penyelarasaan Dunia Usaha dan Dunia Industri (Mitras DUDI), Kemendikbudristek, Universitas Yarsi, dan Meeting.ai, di Jakarta, Peserta para teman wartawan, dosen dan rekan kerja secara offline dan online.
Selain Doktor Uuf sapaan akrab Uuf, Brajawidagda, Ph.D, tampil pula pembicara lain Direktur Program Pendidikan Vokasi Universitas Indonesia Padang Wicaksono, Ph.D, Direktur Segara Research, Dr.Piter Abdullah Redjalam, Direktur ASTRAtech,Dipl-Ing.Ricardus Hendri Paul dan Penanggap Rektor Universitas Yarsi, Prof.dr.Fasli Jalalk,Ph.D
Selanjutnya Doktor Uuf mengatakan, Kemendikbudristek dalam tiga tahun terakhir juga berusaha membuka sekat-sekat satuan pendidikan.
Berbagai program diluncurkan dalam memajukan pendidikan vokasi. Sekolah menengah kejuruan sekarang ada pusat unggulan, ada juga model pemadanan dukungan. Di perguruan tinggi ada macthing fund. Bermitra dengan menurunkan sekat imajiner satuan pendidikan kita selama ini.
Selain itu, Kemendikbudristek juga menyiapkan program-program lain, diantaranya adalah membuat program ekosistem kemitraan di daerah.
Secara garis besar demand sama, meski akan muncul gap di daerah. Karena itu mendorong pemanfaan sekat-sekat makin terbuka di satuan pendidikan dengan mendudukan mereka ke dalam sebuah ekosistem kemitraan di daerahnya.
Pada akhirnya, para lulusan vokasi diharapkan bisa berkontribusi pada industri bisa berupa kecil, menengah hingga besar. “Bisa juga badan usaha milik desa atau industri yang mau ditumbuhkan,” tuturnya.
Doktor Uuf menyatakan juga, selama ini, pendidikan vokasi selalu clear dalam menjawab persoalan supply atau penyediaan tenaga kerja. Tapi masih gelap pada sisi demand
Namun begitu Indonesia berpotensi menjadi negara maju dengan pertumbuhan ekonomi lebih tinggi. Salah satu perlu disiapkan yakni mengoptimalkan sumber daya manusia dari vokasi dengan meningkatkan kemampuan dan produktivitasnya di dunia kerja.
Terkait negara maju ,Alumnus Doktor University of Wollongong menyatakan, pendidikan vokasi diharapkan jadi tumpuan mengaklselerasi pertumbuhan ekonomi nasional lebih tinggi, mendorong lebih banyak penciptaan lapangan pekerjaan.
Menyinggung negara maju, Doktor Piter mengatakan untuk jadi negara maju, Indonesia harus meningkatkan pendapatan per kapita di atas 13.000 dollar Amerika Serikat (AS) dari kini masih 4.000 dollar AS.
Doktor Piter mengakui, tidak mudah untuk meningkatkan menjadi negara maju, karena dibutuhkan pertumbuhan ekonomi luar biasa. Untuk jadi negara maju butuh pertumbuhan ekonomi rata-rata 7 persen selama 10-15 tahun ke depan
Selama era Jokowi, pertumbuhan rata-rata lima persen. Namun, potensi untuk maju itu ada karena Indonesia punya sumber daya alam, dan bonus demografi
Menurut Alumnus Doktor Universitas Indonesia, agar bonus demografi mendukung pertumbuhan ekonomi, harus ada lapangan pekerjaan cukup dan jangan terjadi ledakan pengangguran.
Tiap pertumbuhan ekonomi satu persen menyerap sekitar 250.000 angkatan kerja. Jika lima persen, berarti hanya sekitar 1,25 juta lapangan kerja formal. Padahal pertumbuhan angkatan kerja mencapai tiga juta. Bahkan Lembaga Demografi UI mengatakan sudah empat juta.
Doktor Piter meyakini pendidikan vokasi mengutamakan skill akan mendukung pemanfaatan bonus demografi. Namun, perlu dipastikan skills yang dimiliki lulusan selaras dengan industri. “Bukan gelar lagi dikejar, tapi kemampuannya pada bidang-bidang tertentu sehingga industri mudah menyerap lulusan,” tutup Doktor Piter
Sementara Rektor Universitas Yarsi, Prof.dr Fasli Jalal,Ph.D sebagai penanggap mengatakan keberadaan peran pendidikan vokasi pada industri variasinya sangat besar , karena itu keselarasan atau link and match pendidikan vokasi dan industri harus diwujudkan.
Pendidikan vokasi harus memastikan lulusan yang memiliki kemampuan berpikir analitis bukan tukang. Kemudian siap untuk terus dilatih atau terus belajar, dan kuat dalam softskills yang dibutuhkan dalam dunia kerja.
“Karena itu, perlu untuk dipetakan mana menjadi tanggung jawab institusi pendidikan, transisi dari pendidikan ke dunia kerja, dan ketika di dunia kerja,” tandas Prof Fasli
Universitas Yarsi punya vokasi tapi lebih pada kesehatan (kedokteran).Yarsi sudah mempersiapkan lulusan cerdas intelektual dan spiritual. Para mahasiswa diberikan pendidikan karakter atau ahlak lewat pendidikan agama. Sehingga bisa mendukung Kekuatan Ekonomi Nasional
“Pendidikan agama terdiri basik dan terkait bidang ilmu ditekuni mahasiswa ,agama itu pondasi”tutup Prof Fasli (usman)