Rukyat Hilal dan Sidang Isbat Akhir Ramadhan 1446: Kesia-siaan, Pembodohan, dan Pemborosan!

Penentuan awal bulan hijriah, khususnya 1 Syawal yang menandai Hari Raya Idulfitri, selalu menjadi topik yang menarik perhatian umat Islam di Indonesia. Secara tradisional, pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) RI menggunakan dua metode utama: hisab (perhitungan astronomi) dan rukyatul hilal (pengamatan langsung bulan sabit). Namun, pada tahun 2025 ini, khusus untuk penentuan akhir Ramadhan 1446 H, saya berpendapat bahwa rukyatul hilal dan sidang isbat tidak diperlukan. Logika ilmiah dan data astronomi sudah cukup untuk memastikan bahwa Ramadhan tahun ini akan berlangsung 30 hari (istikmal), sehingga 1 Syawal 1446 H pasti jatuh pada hari Senin, 31 Maret 2025. Melaksanakan rukyatul hilal dan sidang isbat dalam kondisi ini bukan hanya melawan logika, tetapi juga dapat dikategorikan sebagai tabdzir—pemborosan yang dilarang dalam Islam dan dikaitkan dengan perbuatan setan.

Logika Astronomi: Posisi Hilal pada 29 Maret 2025

Untuk memahami mengapa rukyatul hilal tidak relevan tahun ini, kita perlu melihat data astronomi yang menjadi dasar hisab. Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan oleh berbagai pihak, termasuk Pimpinan Pusat Muhammadiyah dan prediksi Kemenag RI, ijtimak (konjungsi bulan dan matahari) menjelang Syawal 1446 H terjadi pada Sabtu, 29 Maret 2025, pukul 17:57:58 WIB. Ijtimak adalah titik ketika bulan baru lahir secara astronomis, tetapi belum tentu dapat dilihat dengan mata karena posisinya masih sangat dekat dengan matahari.

Pada saat matahari terbenam di Indonesia pada 29 Maret 2025—yang bervariasi antara pukul 17:50 WIB di wilayah timur seperti Papua hingga sekitar 18:30 WIB di wilayah barat seperti Aceh—posisi hilal (bulan sabit) masih berada di bawah ufuk atau sangat rendah. Menurut data hisab, tinggi hilal saat matahari terbenam berkisar antara -3 derajat di Papua hingga -1 derajat di Aceh. Angka negatif ini menunjukkan bahwa bulan masih berada di bawah cakrawala, sehingga mustahil terlihat dengan mata telanjang maupun alat bantu optik seperti teleskop.

Kriteria visibilitas hilal yang digunakan oleh MABIMS (Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura), yang menjadi acuan Kemenag sejak 2021, mensyaratkan tinggi hilal minimal 3 derajat dan elongasi (jarak sudut bulan-matahari) minimal 6,4 derajat agar bulan sabit dapat terlihat. Pada 29 Maret 2025, tinggi hilal jauh di bawah 3 derajat—bahkan negatif—dan elongasi juga tidak mencapai 6,4 derajat karena ijtimak baru terjadi beberapa menit hingga satu jam sebelum matahari terbenam. Dengan kata lain, secara ilmiah, hilal tidak mungkin terlihat di seluruh wilayah Indonesia pada tanggal tersebut.

Istikmal: Ramadhan 30 Hari adalah Keniscayaan.

Dalam tradisi Islam, jika hilal tidak terlihat pada tanggal 29 bulan hijriah, maka bulan tersebut digenapkan menjadi 30 hari (istikmal). Ini merujuk pada sabda Rasulullah SAW: “Jika kalian tidak melihat hilal, maka genapkanlah bilangan menjadi tiga puluh hari” (HR. Bukhari dan Muslim). Karena posisi hilal pada 29 Ramadhan 1446 H (29 Maret 2025) secara pasti tidak memenuhi syarat visibilitas, maka istikmal menjadi keputusan yang logis dan tak terbantahkan. Ramadhan 1446 H akan berlangsung 30 hari, dan 1 Syawal 1446 H akan jatuh pada hari berikutnya, yaitu Senin, 31 Maret 2025.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah, yang menggunakan metode hisab hakiki wujudul hilal, telah menetapkan hal ini sejak Februari 2025. Dalam maklumatnya, mereka menyatakan bahwa pada 29 Maret 2025, hilal belum wujud (masih di bawah ufuk), sehingga Ramadhan disempurnakan menjadi 30 hari. Prediksi ini selaras dengan data astronomi yang dapat diverifikasi oleh siapa saja yang memahami ilmu falak. Jika hisab—yang merupakan ilmu pasti berdasarkan perhitungan matematis dan astronomis—sudah menunjukkan hasil ini, mengapa kita masih membutuhkan rukyatul hilal sebagai “konfirmasi”?

Rukyatul Hilal: Tidak Relevan dalam Konteks Ini

Rukyatul hilal memang memiliki dasar syariat dan historis dalam Islam, sebagaimana sabda Rasulullah SAW: “Berpuasalah karena melihat hilal dan berbukalah karena melihatnya.” Namun, dalam konteks modern dengan kemajuan ilmu astronomi, rukyat seharusnya dipahami sebagai pelengkap, bukan keharusan mutlak, terutama ketika hisab sudah memberikan kepastian. Pada 29 Maret 2025, ketika tinggi hilal negatif dan elongasi jauh dari standar, melakukan pengamatan langsung tidak hanya sia-sia, tetapi juga tidak logis. Mustahil ada laporan kredibel bahwa hilal terlihat, kecuali jika terjadi kesalahan pengamatan atau manipulasi data.

Kemenag Tetap Ngotot: Rukyat dan Isbat pada 29 Maret 2025

Meskipun logika hisab sudah jelas dan istikmal tak terbantahkan, Kemenag RI telah mengumumkan rencana untuk tetap melaksanakan rukyatul hilal dan sidang isbat pada 29 Maret 2025. Rencana ini, yang biasanya melibatkan ratusan petugas di puluhan titik pengamatan di seluruh Indonesia, lengkap dengan peralatan canggih seperti teleskop, adalah bukti nyata ketidakpatuhan pada logika dan ilmu. Ketika data hisab sudah menegaskan bahwa hilal tidak mungkin terlihat, mengapa Kemenag bersikeras melanjutkan tradisi yang sia-sia ini? Ini bukan hanya kesia-siaan, tetapi juga pembodohan terhadap umat yang sudah memahami kepastian hisab, serta pemborosan anggaran yang tidak bisa diterima akal sehat.

Sidang isbat, yang digelar pada setiap tanggal 29 bulan hijriah penting, juga menjadi formalitas kosong dalam kasus ini. Ketika hisab sudah memastikan istikmal, dan rukyat tidak mungkin menghasilkan temuan berbeda, sidang ini hanya akan mengulang apa yang sudah diketahui: Ramadhan 30 hari, 1 Syawal pada 31 Maret 2025. Ini adalah peringatan keras kepada Kemenag RI dan semua pihak terkait: hentikan kegiatan yang tidak produktif ini sebelum umat semakin kehilangan kepercayaan pada institusi yang seharusnya melayani mereka!

Tabdzir: Pemborosan yang Dilarang Islam

 Islam melarang tabdzir, yaitu pemborosan atau penggunaan sumber daya secara berlebihan tanpa manfaat yang jelas. Dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman: “Dan janganlah kamu berlebih-lebihan (tabdzir), sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan” (QS. Al-An’am: 141). Dalam ayat lain, tabdzir bahkan dikaitkan dengan perbuatan setan: “Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan” (QS. Al-Isra’: 27).

Melaksanakan rukyatul hilal dan sidang isbat pada 29 Maret 2025, ketika hasilnya sudah dapat diprediksi dengan pasti melalui hisab, adalah bentuk tabdzir yang nyata. Secara hipotesis, satu kali kegiatan ini bisa menyerap dana minimal Rp1 miliar. Angka ini mencakup biaya operasional untuk mengirim ratusan petugas ke lebih dari 33 titik pengamatan, menyediakan peralatan seperti teleskop, transportasi, akomodasi, serta logistik sidang isbat yang melibatkan berbagai pihak. Semua itu menjadi sia-sia karena tidak ada informasi baru yang akan diperoleh. Dalam situasi ekonomi yang menantang, anggaran sebesar ini seharusnya bisa digunakan untuk membantu fakir miskin, mendanai pendidikan agama, atau memperbaiki infrastruktur masjid.

Efisiensi adalah Jalan Pemerintah dan Umat

Tahun ini, logika astronomi dan data hisab sudah cukup untuk memastikan bahwa Ramadhan 1446 H berlangsung 30 hari, dan 1 Syawal 1446 H jatuh pada 31 Maret 2025. Tinggi hilal yang negatif pada 29 Maret 2025 menegaskan bahwa rukyatul hilal tidak akan menghasilkan apa pun selain konfirmasi atas apa yang sudah diketahui. Rencana Kemenag RI untuk tetap menggelar rukyatul hilal dan sidang isbat pada tanggal tersebut adalah tindakan yang tidak perlu, melawan logika, dan jelas-jelas tabdzir—sesuatu yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam.

Penulis mengajak Kemenag RI dan pemerintah untuk mempercayai ilmu hisab yang telah terbukti akurat dan menghentikan pemborosan ini. Pemerintah sendiri sedang menggalakkan semangat efisiensi di semua sektor—mengapa tidak dimulai dari sini? Dengan menghemat minimal Rp1 miliar dari kegiatan yang sia-sia ini, kita bisa menunjukkan komitmen nyata pada efisiensi dan kesejahteraan umat. Mari sambut Idulfitri 2025 dengan keyakinan penuh pada logika dan ilmu, tanpa membuang energi dan dana pada hal-hal yang sudah pasti. Selamat menyongsong 1 Syawal 1446 H pada 31 Maret 2025!

Muhammad Akhyar Adnan
Dosen Prodi Akuntansi, FEB Universitas Yarsi