24 Maret hari ini adalah “World TB Day” atau Hari Tuberkulosis Sedunia (HTBS). Peringatan setiap tahun ini dimulai sejak 1982, atau 100 tahun sesudah basil tuberkulosis ditemukan oleh Robert Koch. Ada banyak aspek dalam penangannan TB, salah satu diantaranya adalah peran amat penting dari PMO, yang di laman Kementerian Kesehatan disebut sebagai Pengawas Menelan Obat. Saya ingat dulu ketika saya masih sebagai DirJen Pengendalian Pemyakit Kemenkes 2009– – 2014 maka ada penggunaan kata Pengawas Minum Obat, lalu Pengawas Makan Obat, lalu untuk menghilangkan kerancuan apakah obat di minum atau dimakan maka digunakanlah kata “menelan”.
Kita ketahui bahwa salah satu tantangan pengendalian tuberkulosis adalah harus mengkonsumsi obat beberapa bulan sampai tuntas, utamanya 6 bulan walaupun kini sudah ada regimen yang 4 bulan dan efektif. Karena cukup lama maka pasien dapat saja merasa jenuh, atau lupa minum obatnya, apalagi kalau sesudah 2 atau 3 bulan maka keluhan sudah hilang sehingga luput untuk menyelesaikan jadual pengobatannya. Padahal, kalau berhenti di tengah jalan maka bukan saja penyakitnya tidak akan sembuh tetapi juga akan menimbulkan bahaya baru berupa kemungkinan resistensi obat sehingga TB nya akan lebih sulit diobati.
Karena itulah amat penting peran PMO untuk selalu mengingatkan pasien minum obatnya secara teratur, dan juga kontrol berkala sesuai jadual yang diberikan petugas kesehatan. Dalam hal ini saya mengusulkan agar kepanjangan PMO di lebarkan artinya, dari Pengawas Menelan Obat menjadi Pendamping Menelan Obat.
Jadi, PMO juga akan mendampingi pasien selama 4 atau 6 bulan pengobatannya sampai selesai, juga dapat menjadi teman bicara dan ikut membantu mencari jalan keluar kalau-kalau ada masalah yang ada, baik aspek kesehatan maupun aspek sosial lainnya.
Tentu kegiatan PMO ini juga merupakan kebaikan yang dilakukan yang InshaAllah akan mendapat imbalan dari Allah SWT Tuhan YME. Peran PMO amatlah penting, bukan hanya bagi pasien yang didampinginya tetapi juga bagi kesuksesan pengendalian tuberkulosis di negara kita, dan bahkan di dunia. Semoga pengendalian TB dinegara kita dapat berhasil dengan baik, guna menyongsong Indonesia Emas 2045 tanpa gangguan tuberkulosis.
Prof Tjandra Yoga Aditama
Direktur Pascasarjana Universitas YARSI
Adjunct Professor Griffith University, Australia
Ketua Majelis Kehormatan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia