Pada 4 November 2024 ini saya menyampaikan statement Indonesia pada “12th Meeting of the Intergovernmental Negotiating Body (INB) to draft and negotiate a WHO Convention, Agreement or other International Instrument on Pandemic Prevention, Preparedness and Response”.
Seperti diketahui bahwa pada Desember 2021 -waktu COVID-19 masih melanda dunia- negara-negara anggota WHO (termasuk Indonesia tentunya) menyepakati penyusunan aturan pandemi ini, yang tadinya disepakati untuk dilaporkan hasilnya pada World Health Assembly (WHA) bulan Mei 2024. Tetapi pada kenyataannya maka negosiasi masih amat ketat dan belum ada kesepakatan pada waktu WHA beberapa bulan yang lalu, dan negara-negara sepakat untuk memperpanjang negosiasi dengan dua target waktu penyelesaian, diharapkan Desember 2024 ini atau setidaknya pada WHA 2025.
Pertemuan kali ini adalah pertemuan internasional ke 12 yang masing-masing berjalan 2 minggu dan sebagian malah diperpanjang, dan jarak antar satu perteman dengan pertemuan lainnya bisa beberapa bulan jaraknya. Banyak dan lamanya jumlah pertemuan berkepanjangan ini saja sudah menunjukkan betapa ketatnya negosiasi, di mana cukup banyak topik yang dilihat dari berbagai sudut pandang dari berbagai negara di dunia. Di sisi lain, praktis semua negara sepakat bahwa semacam “Pandemic Convention” atau “Pandemic Agreement” memang amat diperlukan dunia, baik karena memang berbagai wabah tetap terjadi diberbagai belahan dunia -yang mungkin saja menular antar negara- dan juga untuk antisipasi kemungkinan pandemi di masa datang. Kita tahu untuk pandemi mendatang ini maka setidaknya diperlukan kesiapan, pencegahan dan respon (“Preparedness, Prevention and Response”) dan kerja bersama dunia, dan inilah salah satu aspek penting Aturan Pandemik yang kini sedang terus dibahas ini. Salah satu prinsip dasar yang perlu selalu jadi bahan pertimbangan utama adalah “equity”, dan hal ini pula yang saya sampaikan pada Statement di pembukaan pertemuan INB ke 12 di kantor WHO Jenewa sekarang ini.
Hari-hari mendatang akan terus berjalan negosiasi diplomasi kesehatan internasional ini, yang dengan berbagai dinamikanya yang kompleks kita harapkan pada akhirnya akan bermanfaat bagi kesehatan umat manusia di dunia.
Prof Tjandra Yoga Aditama
Direktur Pascasarjana Universitas YARSI, dari kantor WHO Jenewa, dengan cuaca 8 C di kota ini.