AIDP, Spesialisasi dan larangan merokok “two in one”

Pada 23 Oktober 2024 saya mengunjungi Rumah Sakit daerah Saang, sebuah rumah sakit kabupaten di Kamboja, 1 jam perjalanan mobil dari Phnom Penh ibukota negara ini. Kunjungan ini dalam rangka proyek “Airborne Infection Defence Platform (AIDP)”. Saya dan team bertemu pimpinan kesehatan kabupaten setempat dan juga berdialog dengan dua dokter yang menangani pasien. Waktu saya tanya apakah dokter itu ingin sekolah spesialisasi maka mereka menjawab sangat ingin, hanya biayanya mahal katanya, sekitar 5000 dolar Amerika setahunnya, cukup mahal ya. Memang Kamboja ini menggunakan uang lokal mereka dan juga uang dolar Amerika sekaligus, dan bahkan belanja di pasar maka kita bisa bayar pakai uang dolar Amerika, bahkan untuk 1 atau 2 dolar saja.

Proyek AIDP yang sedang saya dan team kerjakan ini adalah proyek ASEAN-USA, yang akan memperkuat program tuberkulosis (TB) di negara-negara ASEAN sambil sekaligus penguatan ini dapat jadi modal kalau nanti akan ada pandemi lagi, yang nampaknya akan menular melalui udara juga seperti halnya COVID-19 dan juga TB.

Kita tahu ada berbagai faktor yang mempengaruhi proses TB, seperti halnya ada infeksi HIV/AIDS, atau ada Diabeted Mellitus, dan juga kebiasaan merokok. Nah dalam hal ini, Diluar ruang periksa dokter itu saya lihat ada tanda larangan merokok. Yang unik, di mana-mana biasanya kita lihat tanda larangan merokok berupa lingkaran merah dan di tengahnya ada gambar sebatang rokok yang di coret. Nah di gambar di RS Saang ini, gambar yang dicoret adalah sebatang rokok dan juga satu alat rokok elektronik sekaligus. Tulisannya juga jelas, “No Smoking, No Vaping”, jadi bukan hanya “No Smoking” saja, jelasnya bukan hanya “Dilarang Merokok” saja. Mungkin akan baik kalau tanda larangan “two in one” ini juga dapat diterapkan di rumah sakit di negara kita dan di tempat-tempat umum lainnya, demi kesehatan anak bangsa kita.

Prof Tjandra Yoga Aditama
Direktur Pascasarjana Universitas YARSI
Senior Project Leader AIDP, dari Phnom Penh, Kamboja