Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial dan Library Learning Commons: Membangun Komunitas yang Ramah, Terbuka, dan Dinamis

Jakarta, [02/10/2024] — Perpustakaan tidak lagi hanya menjadi tempat penyimpanan buku, tetapi kini bertransformasi menjadi ruang inklusif dan pusat aktivitas yang mendukung komunitas. Konsep perpustakaan berbasis inklusi sosial dan “Library Learning Commons” (LLC) semakin mengemuka, membawa misi untuk menciptakan akses layanan dan sumber daya yang setara bagi semua lapisan masyarakat tanpa terkecuali.

Dengan fokus pada inklusivitas dan kolaborasi, perpustakaan modern berusaha menjadi ruang yang ramah bagi semua. “Perpustakaan harus menjadi tempat yang menyambut semua orang, sekaligus menjadi pusat kolaborasi untuk belajar bersama,” kata Joko Santoso, M.Hum., Sekretaris Utama Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, dalam sambutannya pada  Forum Komunikasi Tenaga Layanan Perpustakaan 2024 yang berlangsung dari 02 hingga 04 Oktober 2024 di Hotel Grand Mercure Jakarta Pusat. Dalam acara ini, Perpustakaan Universitas YARSI turut diwakili oleh Zuhri.

Inklusif dan Interaktif: Ruang Baru untuk Semua 

Melalui program-program inklusif seperti kelas bahasa bagi imigran, lokakarya keterampilan, hingga ruang diskusi komunitas, perpustakaan menjadi lebih dari sekadar tempat baca. LLC memperkenalkan ruang multifungsi yang tidak hanya mendukung pembelajaran individu tetapi juga memfasilitasi kerja sama dalam proyek-proyek kelompok, penelitian, dan kegiatan komunitas lainnya. Kehadiran “Library Learning Commons” memungkinkan perpustakaan menjadi pusat interaksi yang dinamis, di mana kolaborasi dan inovasi menjadi bagian dari keseharian.

“Koleksi yang Mewakili Keberagaman”

“Perpustakaan kami harus menjadi cermin keberagaman suara dan perspektif,” lanjut Joko Santoso. Koleksi perpustakaan kini mencakup ragam budaya dan pengalaman, baik dalam bentuk fisik maupun digital, sehingga setiap pengunjung dapat menemukan sesuatu yang bermakna bagi mereka.

“Kemitraan untuk Kebutuhan Lokal”

Tidak hanya bergerak sendiri, perpustakaan juga menjalin kemitraan erat dengan organisasi lokal, sekolah, dan komunitas. Dengan pendekatan ini, perpustakaan dapat lebih memahami dan merespons kebutuhan masyarakat, menawarkan program-program yang relevan dan tepat sasaran. LLC menyediakan ruang terbuka untuk beragam inisiatif, mulai dari diskusi, pengembangan kreativitas, hingga inovasi komunitas. Semua ini dilakukan dalam suasana kolaboratif yang menumbuhkan rasa memiliki dan kebersamaan.

“Staf Berkompeten dan Berempati”

Pelatihan intensif untuk staf perpustakaan menjadi kunci keberhasilan konsep ini. Dengan pengetahuan mendalam tentang isu-isu sosial dan keterampilan fasilitasi, staf perpustakaan dapat memberikan layanan yang lebih peka, membantu pengunjung dalam menciptakan pengalaman belajar yang lebih inklusif dan kolaboratif.

Dengan pendekatan yang lebih progresif ini, perpustakaan berbasis inklusi sosial dan “Library Learning Commons” menjadi ruang yang tidak hanya mendukung pendidikan, tetapi juga menjadi pusat penguatan komunitas. “Kami ingin menciptakan lingkungan di mana setiap orang merasa diterima, dapat berkembang, dan tumbuh bersama,” tutup Joko Santoso, dengan antusias.

(Zuhri)