Kementerian Hukum Dan HAM Kantor Wilayah DKI Jakarta menggelar diskusi bertema Penguatan Sistem Informasi Penelitian Hukum dan HAM (SIPKUMHAM), Survei Indeks Persepsi Korupsi Dan Indeks Kepuasan Masyarakat (IPK-IKM).
Sesuai agenda ,acara dihadiri Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM, Ibnu Chuldun dan arahan pembekalan dari Kepala Badan Penelitian Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan HAM, Sri Puguh Budi Utami.
Tampil sebagai pembicara nomor wahid Dekan Fakultas Hukum Universitas Yarsi (FHUY), Dr. H. Mohammad Ryan Bakry, S.H. M.H.membawakan topik Urgensi Akselerasi Pelayanan Publik dalam Kerangka Penguatan SIPKUMHAM dan IPK_IKM di Lingkungan Kementerian Hukum dan HAM Kantor Wilayah (Kanwil)DKI Jakarta
Doktor Ryan, panggilan akrab pak Dekan FHUY mengatakan, masa peralihan menuju tatanan baru covid 19 berdampak hambatan penyesuaian pelayanan publik diselenggarakan pemerintah baik di tingkat pusat dan daerah, khususnya DKI Jakarta.
Secara normatif hukum, negara berkewajiban melayani setiap warga negara dan penduduk untuk memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya dalam kerangka pelayanan publik (UUD Tahun 1945)
Lebih lanjut Doktor Ryan menambahkan, Pasal 4 UU No 25 Tahun 2009 mengatur beberapa prinsip dasar pelayanan publik yang dua diantaranya adalah prinsip ketepatan waktu dan prinsip kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan.
Sementara itu, secara konseptual kebijakan pelayanan publik sebagai suatu sistem berisi nilai, persepsi, dan acuan perilaku, tentu dalam keadaan apapun tidak boleh bergeser dari esensinya untuk mewujudkan pemenuhan hak asasi manusia
Akselerasi pelayanan publik di masa transisi pemulihan kepemerintahan pasca diterapkan kondisi kedaruratan kesehatan menjadi urgensi, karena sebagai inisasi pemerintah untuk menjaga stabilitas keberlangsungan kepemerintahan (sustainability governance) yang rentan resistensi masyarakat maupun internal birokrasi itu sendiri
Menurut Ilmuwan Fakultas Hukum Yarsi, akselarasi dalam pelayanan publik pada proses kepemerintahan merupakan suatu konsep kebijakan esensial dan utama. Perubahan materi muatan dimensi hukum, sosial, politik, ekonomi dan administratif harus mampu terinternalisasi pada proses penyelenggaraan pelayanan publik oleh aktor kepemerintahan. “ Akselerasi membutuhkan tolok ukur sebagai dasar justifikasi,” tutur Cendikia FHUY memiliki suara merdu saat nyanyi.
Dalam majelis ini banyak pengetahuan dan pengingat diutarakan oleh Doktor Ryan secara komunikatif dan komprehensif.
Tentunya sebagai akademikus, Dekan FHUY memberikan kesimpulan berupa tiga esensi substansi akselerasi pelayanan publik dalam tataran kepemerintahan. Pertama, legitimasi sebagai sumber menentukan tujuan, kompetensi, dan akuntabilitas dari pelayanan publik yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan,
Kedua, keadilan penyelenggaraan pelayanan publik harus dipahami dalam konteks administrasi kepemerintahan, yaitu tercapainya tujuan disepakatan dalam pelayanan public.
Ketiga, Efektif dan efisien dari mekanisme operasionalisasi pelayanan publik, yang didukungan tolok ukur penilaian kompetensi administrator.
Kemudian penerapan kebijakan akselerasi pelayanan publik pada Kanwil Kemenkumham DKI Jakarta seyogyanya didasarkan atas integrasi tiga kriteria utama, kesatu,Kriteria Legitimasi berdasarkan Pasal 3 UU No. 25 Tahun 2009, dan Pasal 5 UU 30 Tahun 2014,
Kedua Kriteria Keadilan penyelenggaraan pelayanan publik di masa kedaruratan kesehatan harus dipahami sebagai realisasi kewajiban dan tanggung jawab pemerintah menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukan hak asasi manusia berdasarkan Pasal 71 UU No. 39 Tahun 1999.
Ketiga, Kriteria Efektif dan Efisien, melalui pendekatan pengukuran kinerja paling efektif dan efisien, mengidentifikasi orang-orang berkinerja tinggi, dan akses yang mendukung akuntabilitas publik untuk mendorong praktik terbaik yang diterima oleh warga masyarakat melalui penguatan implementasi instrument SIPKUMHAM dan IPK-IKM
Selain kesimpulan sebagai intelektual, Ryan Alumnus Doktor Universitas Indonesia juga menyumbangkan advis berupa, agenda penerapan akselerasi pelayanan publik di Kanwil Kemenkumham DKI Jakarta seyogyanya bukan hanya mengedepankan pengembangan instrument SIPKUMHAM dan IPK-IKM saja, namun harus juga terintegrasi dengan substansi legitimasi dan keadilan tercermin dalam bentuk komitmen nyata pemangku kebijakan untuk merealisasikannya.
Selanjutnya, perlu pengembangan berkelanjutan terhadap instrument SIPKUMHAM dan IPK-IKM agar sejalan dengan dinamika perkembangan pemerintahan serta memastikan tidak tumpang tindih satu sama lainnya.