8 langkah mengendalikan Mpox

Masalah mpox di dunia terus merebak, dan sudah keluar dari benua Afrika seperti ke Swedia dan bahkan tetangga kita Thailand, sesama ASEAN. Setidaknya ada 8 langkah yang perlu kita lakukan didalam negeri untuk mengantisipasi mpox ini.

Pertama adalah surveilan, agar semua suspek kasus dimanapun dipelosok negeri kita dapat di deteksi dan ditemukan dengan baik. Karena daerah kita sangat luas maka kegiatan surveilan memang harus amat ekstensif.

Kedua, kalau sudah dideteksi maka harus tersedia alat tes diagnosis yang akurat di tempat yang diperlukan, baik dalam bentuk PCR dan juga pemeriksaan biomolekuler.

Ke tiga, kalau sudah ada kasus maka harus dilakukan penelusuran kontak, kira-kira sama seperti kegiatan pada waktu COVID-19.

Ke empat, pada mereka yang sakit (apalagi kalau terkena Clade 1b) maka tentu harus disediakan fasilitas pengobatannya. Setidaknya ada empat faktornya, yaitu tenaga kesehatan terlatih, ruang isolasi dan sarana prasaranya, obat yang tepat, seperti tecovirimat (TPOXX, ST-246) dll dan penetapan masa isolasi dan karantina untuk suspek.

Ke lima adalah vaksinasi, setidaknya dalam dua jenis. Pertama adalah “PEPV (post exposure prevention vaccine)” yang diberikan pada mereka yang diduga tertular / kontak erat, dan jenis ke dua adalah “PPV (primary prevention vaccine)” yang di berikan pada kelompok risiko tinggi.

Ke enam adalah tentang pengetatan di pintu masuk negara. Ini harus diimbangi dengan penguatan sistem kesehatan dalam negeri, karena karantina tidak akan dapat menjamin sepenuhnya ada tidaknya kasus yang masuk, apalagi kalau pendatangnya belum ada gejala.

Kegiatan ke tujuh yang amat penting adalah penyuluhan kesehatan yang luas ke masyarakat. Masyarakat perlu mengetahui bagaimana cara penularan dan pencegahannya.

Ke delapan, karena ini adalah masalah dunia maka Indonesia tentu perlu terus berkoordinasi dengan organisasi internasional seperti WHO. Khusus untuk mpox sekarang ini maka sudah pernah pula ada pernyataan dari CDC Afrika. Saya sudah sejak lama mengusulkan agar ada juga dibentuk CDC ASEAN agar kita dapat berkoordimnasi lebih baik di kawasan Asia Tenggara.

Sebagai penutup, kita tentu berharap agar Indonesia menjadi melakukan tindakan maksimal yang tepat untuk mencegah penyakit ini merebak makin luas.

Prof Tjandra Yoga Aditama
Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI
Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara